Dasar Hukum Pelaporan Keuangan di Indonesia

Berkembangnya era pasar bebas dan tren diversifikasi portofolio membuat informasi menjadi elemen yang tidak terpisahkan dalam proses pengambilan keputusan. Informasi yang dimaksud dapat berupa informasi keuangan maupun informasi non keuangan.

an image

 

Pada mulanya, pengguna laporan keuangan (investor dan pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal) atau disebut juga user, hanya memusatkan perhatian pada informasi keuangan. Namun, seiring dengan meningkatnya tuntutan atas pertanggungjawaban sosial perusahaan, kini informasi non keuangan juga diikutsertakan dalam pengambilan keputusan user.

 

Baca Juga:
Pahami 2 Metode dalam Mencatat Persediaan Barang Dagang!
10 Perusahaan Big Ten Kantor Akuntan Publik Paling Prospektif untuk Lulusan Akuntansi
Contoh Buku Besar Perusahaan Jasa, Lengkap dengan Penjelasannya!
PSAK 73 Sewa dan Dampaknya bagi Perusahaan

 

Meskipun kedua informasi tersebut memiliki sifat dan tujuan yang berbeda dalam pengambilan keputusan, keduanya dapat diperoleh dari 1 (satu) sumber yang sama, yaitu laporan keuangan. IAI (2009) menyatakan laporan laporan keuangan ini terdiri dari 5 (lima) jenis laporan, yaitu:

 

 

 

Tidak seluruh perusahaan wajib menerbitkan kelima laporan yang disebutkan diatas, Pasal 2 ayat 2 Kepmenperindag (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan) 121/2002 menyebutkan perusahaan yang wajib menerbitkan laporan keuangan antara lain:

 

  1. Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria berikut:

  • Merupakan perusahaan terbuka (PT. Tbk)

  • Memiliki bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat.

  • Mengeluarkan surat pengakuan utang.

  • Memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp25.000.000.000, atau

  • Merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya wajib dikeluarkan oleh Bank untuk diaudit.

  1. Perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha di wilayah Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berwenang melakukan perjanjian.

  2. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan Daerah.

 

Kelima laporan yang diwajibkan oleh IAI diatas atau disebut juga Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) berfokus pada penyajian informasi keuangan, baik dalam bentuk jumlah aset; jumlah penjualan maupun perhitungan rasio tertentu.

 

Bagi informasi non keuangan, user dapat memperoleh informasi tersebut dari laporan keberlanjutan (sustainability report). Pada mulanya, pengungkapan laporan ini hanya bersifat sukarela (voluntary disclosure). Barulah pada tahun 2019, dengan diberlakukannya POJK (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan) No. 51/POJK 03/2017, perusahaan diwajibkan untuk menerbitkan aktivitas pertanggungjawaban sosial perusahaan.

 

 

Hal ini dilakukan sebagai respon atas kesadaran bahwa perusahaan harus memiliki pertanggungjawaban sosial atas aktivitas operasional yang dilakukan. Pertanggungjawaban sosial ini mencakup aspek lingkungan; tenaga kerja; dan masyarakat. Sehingga, konsep perusahaan tidak lagi sebagai entitas yang bertujuan untuk memaksimalkan kekayaan (wealth maximization) saja.

 

Terkhusus bagi LKTP, laporan disampaikan kepada Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan yang merupakan unit kerja Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 ayat 1 Kepmenperindag 121/2002.

 

Sedangkan laporan keberlanjutan wajib disampaikan kepada OJK (Otoritas Jasa Keuangan) setiap tahun paling lambat sesuai dengan batas waktu penyampaian laporan tahunan (Pasal 10 ayat 3 POJK No. 51/POJK 03/2017. Tentu penyampaian LKTP harus melalui tahap audit oleh akuntan publik terlebih dahulu, terkecuali untuk PERSERO; PERUM dan Perusahaan Daerah yang diaudit oleh instansi pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan laporan akuntan khusus.

 

Terkait laporan keberlanjutan, audit atas laporan tersebut sebenarnya belum diwajibkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Meskipun begitu, meningkatnya tuntutan user akan kualitas informasi non keuangan dalam laporan keberlanjutan membuat perusahaan tetap menjalankan audit atas laporan keberlanjutan (audit for sustainability reporting), kendati proses audit yang dijalankan masih bersifat limited assurance karena belum tersedianya standar internasional terkait pelaporan laporan keberlanjutan.

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi