Harga Sembako Kembali Normal Pasca Lebaran

Lebaran merupakan hari perayaan bagi umat Islam yang jatuh setiap tanggal 1 Syawal setelah satu bulan lamanya menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Rupanya peristiwa ini mempengaruhi tingkat kenaikan harga bahan-bahan pokok saat menjelang lebaran, hampir di setiap tahunnya.

an image

 

Sebagian masyarakat sudah mulai mewajarkan fenomena kenaikan harga tersebut karena sudah kerap terjadi di setiap tahunnya. Kebutuhan bahan-bahan pokok ini sangat beraneka ragam, misalnya kebutuhan pokok pangan seperti daging, gula, cabai, telur, dan sebagainya.

 

Meskipun merasa resah dengan kenaikan harga tersebut, masyarakat tetap menganggapnya wajar karena telah “mengetahui” penyebabnya, yang tidak lain adalah permintaan yang tinggi. Padahal, kenaikan harga bahan-bahan pokok tidak hanya terjadi akibat permintaan yang tinggi saja. Ada beberapa faktor lain yang turut berpengaruh.

Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat

 

Salah satunya adalah faktor jalur distribusi, seperti yang telah disampaikan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), dilansir dari laman Kompas.com. Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto mengatakan, salah satu penyebab kenaikan harga bahan pokok itu adalah rantai distribusi yang berjenjang. Panjangnya jalur distribusi membuat harga komoditas di tingkat produsen jauh berbeda dan mahal ketika sampai di tangan konsumen.

 

Hal tersebut juga terjadi pada komoditas daging ayam dan telur ayam. KPPU menemukan harga telur dan daging ayam di tingkat hilir atau di tingkat konsumen mengalami kenaikan. Padahal selama ini harga di tingkat peternak relatif stabil bahkan cenderung turun. Sehingga ada perbedaan harga yang signifikan antara harga di tingkat produsen dan di tingkat konsumen.

Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?

 

Meski begitu, penurunan harga bahan pokok menuju harga normal termasuk mudah diprediksi. Pasalnya, masyarakat Indonesia memang memiliki kebiasaan yang unik, yakni memiliki perilaku konsumtif yang tinggi pada saat bulan Ramadhan atau menjelang lebaran. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran, perilaku konsumtif yang tinggi akan berpengaruh pada kenaikan harga.

 

Begitu pun sebaliknya. Setelah masa lebaran usai, masyarakat cenderung akan mengurangi perilaku konsumtifnya dan kembali ke pola konsumsi normal. Dengan begitu, harga-harga kebutuhan pokok pun akan relatif turun menuju angka normal.

 

Seperti halnya yang terjadi di Solo. Diberitakan oleh Jawapos.com pada 17 Mei 2020, harga-harga kebutuhan pokok di Kota Solo, Jawa Tengah mulai mengalami penurunan setelah lebaran. Hal itu terjadi seiring berkurangnya tingkat konsumsi masyarakat. Salah satunya ialah cabai rawit dari Rp 45.000/kg menjadi Rp 35.000/kg. Selain itu, untuk cabai merah besar turun harga dari Rp 35.000–40.000/kg menjadi Rp 26.000/kg, cabai merah turun dari Rp 30.000/kg menjadi Rp 22.000/kg, cabai rawit hijau dari Rp 30.000/kg menjadi Rp 25.000/kg, dan cabai hijau besar dari Rp 25.000/kg menjadi Rp 22.000/kg.

 

 

Penyebab Naik-Turunnya Harga Pokok

 

Naik-turunnya harga bahan pokok ini sebenarnya sangat mudah diprediksi. Dari kacamata ekonomi, kita dapat mengukurnya melalui konsep “elastisitas permintaan dan penawaran”. Hal ini juga menyebabkan adanya perubahan pada permintaan dan penawaran, sehingga memicu terjadinya kenaikan harga bahan pokok, terutama saat menjelang lebaran.

 

Elastisitas Permintaan

Elastisitas permintaan adalah pengaruh perubahan harga pada besar atau kecilnya jumlah barang yang diminta. Bisa diartikan juga sebagai persentase perubahan kuantitas barang yang diminta dengan persentase perubahan harga barang itu sendiri.

 

Untuk dapat mengukur elastisitas permintaan, coba perhatikan contoh berikut. Seorang pedagang telur di pasar dalam satu hari bisa menjual 300 Kg telur dengan harga Rp23.000 per Kg. Kemudian, pedagang tersebut menurunkan harga jualnya menjadi Rp21.000 per Kg dan berhasil menjual sebanyak 500 Kg dalam satu hari.

 

Dari angka-angka tersebut, kita dapat mengetahui bahwa telah terjadi perubahan kuantitas permintaan karena pedagang telah menurunkan harga jualnya. Perubahan tersebut juga dapat terjadi apabila pedagang menaikkan harga jualnya. Tinggal dikalikan dengan jumlah modal yang dikeluarkan untuk melihat perbandingan keuntungan di antara kedua skema tersebut.

 

 

Elastisitas Penawaran

Selanjutnya, elastisitas penawaran adalah cara untuk mengukur respons (kepekaan) jumlah barang yang ditawarkan akibat perubahan harga. Jika pada elastisitas permintaan perubahan harga dapat berpengaruh pada besar kecilnya permintaan, maka elastisitas penawaran mengukur seberapa besar barang yang bisa ditawarkan melihat dari perubahan harga terhadap barang tersebut.

 

Berubahnya harga suatu barang juga dipengaruhi oleh jumlah barang yang ditawarkan. Misalnya barang yang ditawarkan lebih sedikit dibanding jumlah permintaan, hal itu dapat memicu kenaikan pada harga barang tersebut. Jika pedagang telah mengetahui cara menghitung elastisitas penawaran, maka ia bisa menentukan seberapa besar barang yang perlu ditawarkan untuk mencapai suatu angka pendapatan tertentu.

 

Berdasarkan penjabaran di atas, kini Anda sudah bisa mengetahui cara mengukur kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama pada saat menjelang lebaran. Dengan mempelajari elastisitas permintaan dan penawaran, Anda dapat mengetahui seberapa besar barang yang bisa Anda tawarkan atau seberapa besar permintaan konsumen pada masa-masa tertentu. Kemudian, Anda juga akan dapat memprediksi kapan harga kebutuhan pokok akan kembali berangsur normal.

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi