Dewasa ini, banyak pilihan model-model usaha dengan modal kecil yang membuat banyak orang menjadi tergiur untuk menjajal bisnis-bisnis tersebut. Salah satunya adalah bisnis bermodel reseller dan dropshipper yang akhir-akhir ini sedang menjadi tren di berbagai e-commerce dan platform bisnis online lainnya.
Baik reseller maupun dropshipper, keduanya sama-sama tidak membutuhkan modal produksi dalam menjalankan bisnisnya. Loh, kok bisa? Bisa, sebab baik reseller maupun dropshipper, keduanya sama-sama membeli ‘produk jadi’ saja dari supplier lantas menjualnya kembali dengan mengambil keuntungan.
Meskipun sama-sama menjalankan usaha dengan cara menjual kembali dagangan dari supplier, tetapi bisnis bermodel reseller dan dropshipper tetap memiliki perbedaan.
Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat
Reseller pada umumnya melakukan penyetokan barang dari supplier. Jadi, sebelum menawarkan produk kepada konsumen, reseller membeli dan menyetok barang dari supplier terlebih dulu dalam jumlah banyak.
Nah, penyetokan barang ini justru tidak dilakukan dalam bisnis bermodel dropship. Peran dropship lebih mirip pihak ketiga yang tugasnya menghubungkan supplier dengan konsumen dengan tetap mengambil keuntungan.
Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?
Biasanya, dropshipper menjual produk kepada konsumen dengan memperlihatkan gambar produknya saja. Jika konsumen merasa tertarik dan melakukan pemesanan produk, maka dropshipper akan memesan (order) produk tersebut dari supplier dan meminta supplier untuk mengirimkannya langsung ke alamat konsumen dengan mencantumkan nama dropshipper sebagai pengirimnya.
Baca Juga: Business Model Canvas, Model Perencanaan Bisnis Paling Ampuh untuk Mencapai Goals Bisnis!
Jika berbisnis dengan model reseller, maka Anda dapat menyetok barang terlebih dahulu sehingga Anda tahu persis ketersediaan produk yang Anda jual. Ditambah lagi, Anda juga dapat melakukan pengecekan kualitas secara langsung terhadap barang yang dijual sehingga meminimalisir ‘fenomena zonk’ ketika barang diterima konsumen. Biasanya, supplier banyak memberikan diskon bagi pembeli yang memborong banyak barang sehingga keuntungan yang didapatkan reseller bisa menjadi lebih besar.
Akan tetapi, model usaha reseller ini tentunya membutuhkan lebih banyak modal dibanding dropshipper karena reseller diharuskan menyetok barang terlebih dulu sebelum dipasarkan.
Keuntungan yang paling menonjol dari bisnis dropship ini tentunya adalah modal yang kecil, bahkan nyaris Rp0,00. Dengan demikian, hal yang harus digenjot dalam memulai bisnis ini bukanlah modal, melainkan skill pemasaran produk.
Meskipun demikian, akan terjadi kesulitan jika konsumen melakukan komplain atau mengajukan retur barang. Ditambah lagi, keuntungan yang didapat dropshipper tentu tak sebanyak reseller yang memborong produk supplier dalam jumlah besar.
Setelah mengetahui perbedaan serta keuntungan dan kelemahan kedua model usaha tersebut, sekarang waktunya Anda membuat perencanaan bisnis yang matang. Apakah Anda lebih tertarik dengan bisnis dropship yang modalnya kecil, atau bisnis reseller yang menawarkan keuntungan lebih besar?
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi