Kita sudah hampir memasuki pertengahan bulan April. Artinya, batas akhir pelaporan SPT Tahunan bagi Wajib Pajak (WP) Badan sudah semakin dekat. Pada bulan Maret lalu, WP Orang Pribadi sudah lebih dulu melaporkan SPT Tahunannya. WP Badan sebaiknya segera melakukan penghitungan dan pelaporan SPT Tahunannya sebelum batas waktu berakhir. Karena, akan ada sanksi yang menanti bagi WP yang terlambat atau tidak melakukan pelaporan.
Badan usaha termasuk ke dalam subjek yang memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Jenis pajak penghasilannya biasanya sangat berbeda-beda, tergantung bidang dan jenis usahanya. Oleh karena itu, bagi Anda yang baru ingin melaporkan SPT Tahunan Badan, Anda wajib memahami jenis pajak yang perlu dibayarkan berdasarkan bidang atau usaha Anda.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan Badan merupakan Pajak yang dikenakan atas penghasilan suatu perusahaan di mana penghasilan yang dimaksud adalah setiap penambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh WP Badan, baik dari dalam maupun luar negeri, dengan keperluan apapun termasuk misalnya menambah kekayaan, konsumsi, investasi, dan lain sebagainya.
WP Badan harus mengetahui terlebih dahulu cara penghitungan serta besaran pajak yang mesti dibayarkan per tahunnya. Sehingga akan memudahkan pada saat proses pelaporan SPT Tahunannya. Untuk mengetahui besaran nominal pajak yang harus dibayarkan, WP perlu mengetahui beberapa hal berikut:
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Penghasilan kena pajak adalah nominal yang dihasilkan dari penghasilan neto fiskal yang dikurangi kompensasi kerugian fiskal. Penghasilan neto fiskal merupakan penghasilan neto yang diterima oleh WP dalam negeri, baik dari kegiatan usaha maupun bukan, yang telah melewati penyesuaian fiskal berdasarkan ketentuan perpajakan. Sedangkan kompensasi neto fiskal adalah kerugian yang dialami oleh badan.
Apabila WP menggunakan pembukuan, kerugian tersebut dapat dikompensasikan selama lima tahun secara berturut-turut.
Untuk mendapatkan nilai PPh Terutang yang harus dibayarkan ini, WP dapat mengalikan Penghasilan Kena Pajak dengan tariff pajak badan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) bagian b UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tariff pajak yang dikenakan kepada WP badan adalah sebesar 25%. Tarif tersebut sudah berlaku sejak tahun 2010.
Tarif pajak tersebut bisa menjadi lebih rendah apabila WP badan dalam negeri memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Berbentuk perseroan terbuka.
Memiliki sedikitnya 40% jumlah keseluruhan saham yang disetor dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Tarif yang dikenakan sebesar 5% lebih rendah daripada tarif normal.
c. Perubahan Tarif PPh per Tahun 2020
Pemerintah telah menurunkan tarif PPh Badan pada tahun 2020, sebagai salah satu langkah kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Melalui PP No. 30 Tahun 2020 tentang Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbatas, tarif PPh Badan yang semula sebesar 25% turun secara bertahap menjadi:
22% berlaku pada tahun 2020 dan 2021
20% mulai berlaku pada tahun 2022
Sementara bagi perusahaan terbuka (Tbk) tarifnya lebih rendah 3% menjadi:
19% pada tahun 2020 dan 2021
17% pada tahun 2022
Namun, untuk dapat menerapkan tarif lebih rendah 3% tersebut, perusahaan Tbk harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
Saham dikuasai setidaknya 300 pihak.
Setiap pihak di dalam Perseroan Terbuka (PT) hanya diizinkan menguasai saham di bawah 5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.
Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi dalam kurun waktu paling sedikit 183 hari kalender selama jangka waktu 1 tahun pajak.
Membuat laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Selain beberapa hal di atas, yang perlu diperhatikan dalam penghitungan pajak adalah aspek peredaran bruto. Jika WP Badan melakukan pembukuan yang benar, maka penghitungan PKP akan dilakukan berdasarkan catatan yang tertulis di pembukuan. Namun, jika WP tidak melakukan pembukuan, PKP akan dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yakni sebesar 50% berdasarkan Pasal 14 UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh.
Setelah menyimak seluruh penjelasan di atas, ada baiknya jika kita melakukan sedikit simulasi penghitungan pajak, agar apa yang telah disampaikan dapat dipahami secara lebih lengkap.
Pada tahun 2021, PT Panaros Jaya memperoleh penghasilan kotor sebesar Rp15 Miliar.
Setelah dikurangi dengan kebutuhan-kebutuhan yang boleh dikurangkan, diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang diperoleh adalah sebesar Rp10 Miliar.
Maka, pajak yang harus dibayar oleh PT Panaros Jaya adalah:
= (NPPN) x (tarif PPh) x PKP
= 50% x 22% x Rp10 Miliar
= Rp1.1 Miliar.
Dengan begitu, dapat diketahui bahwa besaran pajak yang harus dibayarkan oleh PT Panaros Jaya pada tahun 2021 adalah sebesar Rp1.1 Miliar. Namun, nominal tersebut masih perlu diperiksa kembali. Karena, terkadang PT juga telah menyetor nominal pajak lain seperti pajak penghasilan karyawan, PPh 23, dan sebagainya. Hal tersebut dapat membantu mengurangi jumlah pajak yang wajib disetorkan.
Sekali lagi, perlu diperhatikan bahwa kita sudah memasuki pertengahan bulan April. Artinya, batas waktu pelaporan SPT Tahunan Badan juga semakin habis. Segera lakukan penghitungan dan pelaporan SPT Tahunan badan usaha Anda sebelum terlambat.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi