Mekanisme Pemungutan Pajak Digital Oleh Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia melalui Dirjen Jenderal Pajak (DJP) secara resmi akan mewajibkan penarikan Pajak Penarikan Nilai (PPN) terhadap semua produk digital, baik berupa barang maupun jasa layanan. Kebijakan ini akan mulai diberlakukan per tanggal 1 Juli 2020.

an image

 

Anda mungkin masih bingung tentang mekanisme pemungutan pajak digital oleh pemerintah. Berikut adalah penjelasan lengkapnya!

 

Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

 

Tentang Pemungutan Pajak Digital

Peraturan tentang pemungutan pajak digital di Indonesia terhadap barang dan/atau jasa digital diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020. Peraturan tersebut menjelaskan tentang mekanisme penunjukkan pelaku usaha sebagai pemungut pajak, proses pemungutan pajak, penyetoran, hingga pelaporan yang dilakukan secara berkala.

 

Baca Juga:
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Tarif Bea Meterai Jadi Rp 10.000 Mulai 1 Januari 2021

Barang yang akan dikenakan pajak berupa barang tak berwujud maupun jasa yang berasal dari luar negeri dan diperdagangkan secara digital di dalam negeri. Contohnya seperti perangkat lunak (software), aplikasi pada smartphone, game, hingga layanan berlangganan untuk streaming musik maupun film. Semua akan diberlakukan sama seperti produk konvensional dan produk digital hasil produksi dalam negeri yang telah dikenakan PPN.

 

Jumlah pajak yang dibebankan adalah sebesar 10% dari harga barang atau layanan jasa. Pajak harus dibayarkan oleh pembeli yang melakukan transaksi dan dipungut oleh pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

 

 

Mekanisme Pemungutan Pajak Digital

Tata cara pemungutan pajak digital ini dimulai dengan penetapan beberapa kriteria oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) sebelum menunjuk 6 pelaku usaha PMSE pertama yang akan menjadi Pemungut PPN PMSE. Penunjukkan direncanakan akan dilaksanakan pada awal bulan Juli supaya pelaku usaha dapat mulai memungut PPN sejak bulan Agustus.

 

Kriteria akan didasarkan pada jumlah traffic dan nilai transaksi dalam periode 12 bulan di Indonesia yang menunjukkan kesiapan PMSE. Hal ini bertujuan agar penyesuaian infrastruktur dapat dilakukan pada saat memungut PPN.

 

Pemungut PPN PMSE sendiri tidak diwajibkan untuk mendaftar. DJP akan memberikan nomor identitas yang kemudian akan menjadi sarana administrasi dalam menjalankan tugas pemungutan pajak. Nomor identitas dapat berupa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau nomor identitas perpajakan lainnya.

 

Meski begitu, para pelaku usaha yang telah ditetapkan sebagai Pemungut PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN. Bukti pungut dapat berupa order receipt, commercial invoice, billing, atau bisa juga dokumen sejenis yang setara dengan faktur pajak. Proses pemungutan pajak terjadi setiap kali konsumen membayar barang atau jasa yang telah dibeli.

 

Pelaporan wajib dilakukan setiap 3 bulan sekali untuk periode 3 masa pajak. DJP juga dapat meminta laporan rincian pemungutan PPN pada setiap transaksi yang terjadi untuk periode 1 tahun. Hal ini dilakukan demi kepentingan pengawasan kepatuhan setiap Pemungut PPN PMSE. Bagi pelaku usaha PMSE yang tidak ditunjuk oleh DJP, perusahaan tersebut masih dapat mengajukan diri sebagai Pemungut PPN PMSE.

 

 

Penyetoran Secara Dolar

DJP telah melakukan diskusi bersama para pelaku PMSE dari dalam dan luar negeri. Mereka merencanakan kemudahan dalam penyetoran dengan menggunakan dolar dan akan berkembang untuk mata uang lainnya.

 

Sementara itu, DJP juga menegaskan tentang pemungutan pajak digital yang mengimplementasikan konsep Significant Economic Presence (SEP) masih tetap menghormati kesepakatan Tax Treaty (P3B). Kesepakatan tersebut menganut physical presence sehingga walaupun aturan pemungutan pajak digital oleh pemerintah telah memenuhi kriteria SEP, pelaku usaha dari luar negeri tidak akan dikenali PPh (Pajak Penghasilan).

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi