Setelah PPN naik 11 persen pada April 2022 lalu, pajak tersebut kembali diisukan akan mengalami kenaikan tarif mulai tahun 2025. Kebijakan ini pun menuai pro dan kontra di masyarakat. Melalui artikel ini, Konsultanku akan membahas lebih lanjut mengenai rencana kenaikan PPN dan dampaknya kepada masyarakat.
Kenaikan PPN, Hubungannya Tax Ratio atau Penerimaan Pajak?
Penyesuaian tarif PPN pada dasarnya merupakan upaya optimalisasi penerimaan pajak untuk meningkatkan tax ratio. Pasalnya, penerimaan pajak merupakan kontributor terbesar atas penerimaan negara, yakni sebesar 80%. Dengan demikian, kenaikan tarif PPN akan berbanding lurus dengan peningkatan tax ratio.
Dampak kenaikan tarif PPN pada dasarnya dapat dirasakan setelah adanya reformasi perpajakan melalui UU HPP. Pasalnya, tarif PPN naik 11% telah memberikan dampak positif terhadap penerimaan negara dengan total penerimaan kas negara sebesar Rp80,08 triliun hingga akhir Maret 2023. Pada November 2023, kontribusi PPN tercatat sebesar 23,8%, yang mana angka ini tumbuh hingga 18%.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Kebijakan Kenaikan Tarif PPN 12 Persen
Pemerintah mengusulkan untuk menerapkan skema pajak multitarif. Implementasi dari usulan ini akan menghasilkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai yang semula tarifnya 10 persen naik menjadi PPN 12 persen. Kebijakan ini telah disahkan dalam UU No. 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Dalam hal kenaikan tarif PPN 12 persen, pemerintah memastikan bahwa kebijakan tersebut akan diimplementasikan mulai awal 2025. Hal ini senada dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Pasal 7 Bab IV aturan tersebut tercantum ketentuan terbaru, yaitu tarif PPN naik 11% menjadi sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Pada masa perencanaan kenaikan PPN ini, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani menyebut kebijakan PPN naik ini tarif bertujuan menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development). Pasalnya, kebanyakan negara menerapkan tarif PPN sebesar 11%-20%. Sementara Indonesia merupakan salah satu di antara 21 negara yang menetapkan tarif PPN sebesar 10%.
Implikasi Kebijakan PPN 12 Persen
Dalam hubungannya dengan kesejahteraan masyarakat, kebijakan PPN 12 persen memiliki implikasi positif dan negatif. Dari sudut pandang negatif, pengumuman PPN naik tentu akan memancing reaksi beragam dari masyarakat, terlebih sebelumnya sudah ada kenaikan lain, seperti penetapan pajak bahan bakar minyak (BBM) kendaraan motor non listrik, hingga melambungnya harga beras yang masih terjadi hingga awal Maret 2024 ini.
Kenaikan tarif PPN 12 persen akan cukup berpengaruh terhadap willingness to pay (keinginan untuk membayar) masyarakat menengah. Pasalnya, semakin tinggi PPN, maka semakin tinggi juga harga BKP (Barang Kena Pajak)/JKP (Jasa Kena Pajak) yang diperjualbelikan. Karena rendahnya daya beli masyarakat, hal ini juga akan berdampak pada penghasilan pengusaha atau pedagang.
Sisi positifnya, PPN akan menjadi kontributor penerimaan negara yang terbesar dan meningkatkan rasio pajak. Dalam dampak ini, dapat dilihat PPN memiliki peran penting sebagai sumber pendapatan negara. Oleh karena itu, kenaikan menjadi hal mendasar untuk menambah jumlah pendanaan untuk memenuhi kebutuhan negara. Lebih lanjut, penerimaan negara berupa PPN juga akan didistribusikan kembali kepada masyarakat melalui berbagai bentuk pembangunan, mulai dari program subsidi hingga bantuan sosial.
Daftar Barang dan Jasa yang Terdampak Kenaikan PPN
Pengaturan cakupan BKP atau JKP dalam UU PPN bersifat negative list. Hal ini berarti seluruh barang atau jasa merupakan BKP atau JKP, kecuali ditetapkan sebagai barang tidak dikenai PPN. Barang atau jasa yang Pajak Pertambahan Nilai di antaranya meliputi:
Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha,
Impor Barang Kena Pajak,
Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP),
Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200 m² yang dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain, dan
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
Kesimpulan
Pada intinya, pemerintah akan menerapkan skema pajak multitarif dengan menaikkan tarif PPN 12 persen mulai Januari 2025. Meskipun menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, kenaikan tarif PPN pada dasarnya terbukti memberikan dampak yang baik terhadap tax ratio atau penerimaan pajak negara.
Selain memahami ketentuan terbaru PPN, Anda juga harus mengetahui komoditas apa saja yang termasuk dalam objek PPN. Hal ini menjadi kunci utama agar Anda bisa memungut dan menghitung PPN dengan baik. Jika Anda tidak ingin melakukan kesalahan dalam pengelolaan PPN, jangan ragu untuk menyelesaikan tugas tersebut melalui jasa penghitungan dan pelaporan pajak dari Konsultanku.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi