Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja

Di zaman modern ini, sudah lazim jika seorang perempuan memutuskan untuk bekerja atau memiliki karier. Perempuan modern cenderung berpikiran lebih terbuka terhadap masalah finansial. Banyak di antaranya yang memutuskan ikut terjun ke dunia kerja untuk membantu menopang ekonomi keluarga, bahkan setelah menikah.

an image

 

Rata-rata perempuan yang bekerja telah membangun kariernya sejak sebelum menikah. Karena itu, tidak heran jika mereka sudah memiliki kesadaran finansial sejak usia muda, termasuk perihal kewajiban membayar pajak. 

 

Baca Juga : Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 : Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

Baca Juga:
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
THR Kena Pajak, Begini Cara Menghitung Pajak THR 2023

 

 

Penghitungan Pajak Setelah Menikah

Baca Juga:
Mekanisme Pemungutan Pajak Digital Oleh Pemerintah Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

 

Bagaimana penghitungan pajak bagi pasangan yang telah menikah? Apakah pajak istri akan dibayarkan oleh suami atau tetap dengan NPWP masing-masing?

 

Jawabannya adalah bisa keduanya. 
 

Pada prinsipnya (sudut pandang perpajakan), keluarga merupakan satu kesatuan ekonomi yang mana satu NPWP cukup digunakan untuk satu keluarga. Artinya, penghasilan dan pengeluaran maupun kerugian dari seluruh anggota keluarga (termasuk perempuan yang sudah menikah), digabungkan menjadi satu kesatuan yang dikenakan pajak. 

 

Empat Status Kewajiban Perpajakan Suami Istri

 

Di Indonesia kewajiban perpajakan bagi suami istri telah dibedakan ke dalam empat status, yaitu:

 

1. HB (Hidup Berpisah)

Jika suami istri berdasarkan putusan hakim memilih hidup berpisah (cerai), maka hak dan kewajiban pajak suami dan istri tersebut dilakukan secara terpisah.

 

2. PH (Pisah Harta)

Kondisi yang terjadi, jika dalam sebuah perkawinan suami istri mengadakan perjanjian pisah harta secara tertulis. Istri akan memiliki NPWP yang berbeda dengan suami dan menjalankan kewajiban perpajakannya sendiri. 

 

3. MT (Memilih Terpisah)

Istri dapat mengajukan status MT jika ingin memiliki NPWP terpisah dari suami tanpa mengadakan perjanjian (tertulis) pisah harta.

 

4. KK (Kepala Keluarga)

Diperuntukan bagi suami istri yang tidak menginginkan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah. Istri dapat memakai NPWP suami sebagai kepala keluarga.

 

Baca Juga : Pengertian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

 

Penggabungan NPWP dimaksudkan untuk memudahkan pengurusan pajak dan menghindari tagihan Kurang Bayar Pajak saat melaporkan SPT Pajak tahunan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan Wajib Pajak Orang Pribadi bagi “wanita kawin” yang tidak memiliki usaha (sedang tidak bekerja) maupun yang sedang bekerja dengan besaran penghasilan per tahun dibawah PTKP.

 

Meski begitu, penghasilan neto suami dan istri tetap dapat dilakukan secara terpisah, jika memiliki surat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH - secara tertulis) maupun persetujuan melalui kehendak istri yang telah memilih untuk menjalankan hak serta kewajibannya secara terpisah dari suami (MT). 

 

Sebagaimana mestinya, seseorang yang telah memiliki penghasilan otomatis akan menjadi seorang Wajib Pajak dan wajib memiliki nomor NPWP. 

 

Dalam pajak penghasilan, terdapat istilah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu pengurangan penghasilan neto yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. PTKP mulai berlaku sejak Januari Tahun Pajak 2016 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menjalankan PPh Pasal 21 dan PPh Orang Pribadi.

 

Bagi pribadi atau perorangan yang masuk ke dalam kategori PTKP, yaitu penghasilan per tahun tidak melebihi batas nominal PTKP, maka pribadi tersebut tidak wajib untuk membayar pajak penghasilan.

 

Besaran PTKP Wajib Pajak Orang Pribadi

 

Besaran PTKP yang sudah ditetapkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi terhitung sejak tahunan pajak 2016 adalah sebagai berikut:

 

Laki-laki/Perempuan Lajang

 

Laki-laki Kawin

 

Suami dan Istri Digabung

TK/0

Rp54.000.000

K/0

Rp58.500.000

K/I/0

Rp112.500.000

TK/1

Rp58.500.000

K/1

Rp63.000.000

K/I/1

Rp117.000.000

TK/2

Rp63.000.000

K/2

Rp67.500.000

K/I/2

Rp121.500.000

TK/3

Rp67.500.000

K/3

Rp72.000.000

K/I/3

Rp126.000.000

 

Keterangan: 

TK : Tidak Kawin alias Belum Menikah.
- K   : Kawin
- K/I : Kawin dengan penghasilan suami dan istri digabung.
*Tanggungan maksimal 3 orang. Jika istri memiliki pekerjaan, penghasilan, dan NPWP sendiri, maka PTKP menggunakan status TK/0. PTKP suami tetap pada status K/0 - K/3.

 

Dengan tarif Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar:

 

Tarif Lama (UU Pajak Penghasilan)

     

Tarif Baru (UU HPP)

Penghasilan 0 - Rp 50 juta

5%

     

Penghasilan 0 - Rp 60 juta

5%

Penghasilan Rp 50 juta - Rp 250 juta

15%

     

Penghasilan Rp 60 juta - Rp 250 juta

15%

Penghasilan Rp 250 juta - Rp 500 juta

25%

     

Penghasilan Rp 250 juta - Rp 500 juta

25%

Penghasilan di atas Rp 500 juta

30%

     

Penghasilan Rp 500 juta - Rp 5 miliar

30%

         

Penghasilan di atas Rp 5 miliar

35%

 

Baca Juga : Perubahan Tarif dan Bracket PPh WP Pribadi Draft RUU KUP

 

 

Contoh Perbedaan Penghitungan NPWP

 

Untuk memudahkan pemahaman terkait, sila perhatikan simulasi perbandingan penghitungan bayar pajak antara NPWP tergabung maupun NPWP terpisah, sebagai berikut:

 

1. NPWP Suami Istri Digabung

 

Terdapat pasangan suami istri bernama Andi dan Lili. Di dalam pernikahannya, Andi dan Lili memiliki dua orang anak (K/2). Andi dan Lili bekerja pada perusahaan (pemberi kerja) yang berbeda. Status pajak pasangan suami istri ini adalah status pajak Kepala Keluarga (KK), mengunakan NPWP yang digabung. 

 

Penghasilan neto Andi per tahun sebesar Rp120.000.000 (Rp10.000.000 x 12). Sementara penghasilan neto Lili per tahun sebesar Rp84.000.000 (Rp7.000.000 x 12). Dengan nominal PTKP Andi (K/2)  sebesar Rp67.500.000 (hasil dari Rp54.000.000 + tanggungan kawin + tanggungan dua anak). Sementara Penghasilan Kena Pajak (PKP) Andi sebesar Rp52.500.000 (dari selisih Rp120.000.000 – Rp67.500.000).

 

PPh Andi yang dibayarkan oleh pemberi kerja dengan tarif 5% sebesar Rp2.625.000.

 

Pada PTKP Lili terbilang Rp54.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Lili sebesar Rp30.000.000 (selisih penghasilan neto Lili dengan PTKP). PPh Lili yang dibayarkan oleh perusahaan tempat Lili bekerja dengan tarif 5% sebesar Rp1.500.000.

 

Dari simulasi penghitungan di atas, maka dapat ditemukan nominal sebesar Rp2.625.000 yang harus dibayarkan Andi dan Rp1.500.000 yang harus dibayarkan Lili per tahunnya.

 

Baca Juga : Kapan Waktu Yang Tepat Menyampaikan Dan Menyetor Pajak SPT Tahunan Pribadi

 

 

2. NPWP Suami Istri dipisah

 

Andi dan Lili merupakan pasangan suami istri yang memiliki dua anak (K/2). Andi dan Lili masing-masing telah bekerja di perusahan (pemberi kerja) yang berbeda dengan NPWP terpisah.Penghasilan neto Andi per tahun sebesar Rp120.000.000. Sedangkan penghasilan neto Lili per tahun sebesar Rp84.000.000. 

 

Karena NPWP istri berbeda dengan NPWP suami, maka penghitungan PPh terutangnya digabung. 

  • PTKP (K/I/2)  = 54.000.000 + 54.000.000 + tanggungan kawin + tanggungan dua anak = Rp121.500.000

  •  

  • Penghasilan Kena Pajak (PKP)  = (penghasilan Andi + Lili) 120.000.000 + 84.000.000 = Rp204.000.000 

  •  

  • PPh yang harus dibayarkan = Rp204.000.000 – Rp121.500.000 = Rp82.500.000

  •  

  • Tarif 5% x Rp60.000.000    = Rp3.000.000

  • Tarif 15% x Rp22.500.000  = Rp3.375.000

  • Total = Rp3.000.000 + Rp3.375.000 = Rp6.375.000

  •  

  • SPT Tahunan Andi   = (penghasilan neto Andi : total PKP) x Rp6.375.000 = Rp3.750.000

  •  

  • SPT Tahunan Lili     = (penghasilan neto Ana : total PKP) x Rp6.375.000 = Rp2.625.000

 

Dari hasil penghitungan di atas, diketahui bahwa nominal yang harus dibayarkan oleh Andi per tahunnya adalah sebesar Rp3.750.000, sedangkan PPh yang dibayarkan oleh perusahaan pemberi kerja hanya sebesar Rp.2.625.000. Maka, Andi harus melunasi kurang bayar pajak tersebut sebesar Rp1.125.000 dalam laporan SPT Tahunannya.

 

Sementara itu, nominal yang harus dibayarkan oleh Lili per tahunnya adalah sebesar Rp2.625.000, sedangkan PPh yang dibayarkan oleh pemberi kerja hanya sebesar Rp1.500.000. Maka, Lili harus melunasi Kurang Bayar Pajak tersebut sebesar Rp1.125.000 dalam laporan SPT Tahunannya.

 

Baca Juga : Serba Serbi Persiapan Lapor SPT Tahunan Pribadi

 

Berdasarkan dua simulasi penghitungan pajak di atas, sudah dapat terlihat bahwa menggabungkan NPWP suami dan istri akan lebih menguntungkan. Selain nominal pajak yang harus dibayarkan menjadi lebih rendah, Wajib Pajak tidak akan direpotkan dengan mengurus pelunasan Kurang Bayar Pajak pada saat melaporkan SPT Tahunan.

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi