Salah satu jenis pajak yang dipungut di Indonesia adalah PPN atau Pajak Pertambahan Nilai. Pada praktiknya, terdapat dua prinsip PPN yang diterapkan oleh otoritas perpajakan terkait. Kedua prinsip tersebut adalah origin principle dan destination principle.
Pengenaan pajak pada origin principle diberlakukan pada barang dan/atau jasa di tempat di mana barang dan/atau jasa tersebut diproduksi. Di sisi lain, pada destination principle, pajak dikenakan pada barang dan/atau jasa di tempat di mana barang dan/atau jasa tersebut dikonsumsi.
Lantas, apa hubungannya dengan Ekspor Jasa Kena Pajak? Mari simak pembahasan berikut untuk menemukan jawabannya!
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Anda tidak salah baca. Di zaman yang serba teknologi ini, jasa juga memungkinan untuk diekspor. Bahkan, sudah ada regulasi tentang pengenaan pajak pada kegiatan ekspor Jasa Kena Pajak (JKP).
Namun, sebelum menuju pembahasan lebih detail tentang regulasinya, kami akan membahas tentang pengertian ekspor jasa terlebih dahulu.
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Menurut pendapat Kotler & Keller (2009), yang dimaksud dengan jasa adalah setiap perbuatan atau tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil dari kegiatan jasa umumnya tidak dapat dilihat secara kasat mata, tetapi bisa dirasakan manfaatnya. Contoh dari pekerjaan yang menghasilkan jasa adalah konsultan, pencukur rambut (barbershop), dan tenaga pengajar.
Sementara itu, ekspor jasa merupakan produk-produk jasa yang dijual untuk digunakan oleh customer di luar Daerah Pabean (misalnya di luar negeri). Akan tetapi, tidak semua jasa bisa diekspor. Terdapat kriteria tertentu agar suatu produk jasa diperbolehkan untuk diekspor. Kriteria ini akan dibahas lebih detail pada bagian selanjutnya.
Dalam PMK-32/PMK.010/2019, dijelaskan bahwa Kegiatan Ekspor Jasa Kena Pajak merupakan kegiatan pelayanan di dalam Daerah Pabean yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dimanfaatkan di luar Daerah Pabean.Kegiatan pelayanan inilah yang kemudian dikenakan pajak ekspor atas jasa.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, tak semua jasa dapat diekspor ke luar negeri. Sebab, terdapat 3 jenis yang harus dipenuhi suatu jasa agar dapat diekspor. Berikut adalah rincian mengenai ketiga jasa tersebut.
Jasa maklon, dengan ketentuan:
spesifikasi dan bahan baku dan/atau bahan setengah jadi disediakan oleh penerima ekspor JKP,
bahan baku dan/atau bahan setengah jadi akan diproses untuk menghasilkan BKP,
kepemilikan atas BKP yang dihasilkan berada pada penerima ekspor jKP, serta
pengusaha jasa maklon mengirim BKP yang merupakan hasil pekerjaannya ke luar
Daerah Pabean dengan menggunakan mekanisme ekspor barang.
Jasa perbaikan dan perawatan
Jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) terkait barang untuk tujuan ekspor.
Kegiatan pelayanan yang melekat pada barang tidak bergerak yang berada di luar Daerah Pabean yaitu jasa konsultansi konstruksi yang meliputi pengkajian, perencanaan, dan perancangan konstruksi terkait dengan bangunan atau rencana bangunan yang berada di luar Daerah Pabean.
Jenis JKP berupa kegiatan pelayanan selain yang melekat pada barang yang hasilnya diserahkan untuk dimanfaatkan di luar Daerah
Pabean meliputi:
Jasa teknologi dan informasi;
Jasa penelitian dan pengembangan (research and development);
Jasa persewaan alat angkut berupa persewaan pesawat udara dan/atau kapal laut untuk kegiatan penerbangan atau pelayaran internasional;
jasa konsultasi bisnis dan manajemen, jasa konsultansi hukum, jasa konsultansi desain arsitektur dan interior, jasa konsultansi sumber daya manusia, jasa konsultansi keinsinyuran (engineering Services), jasa konsultansi pemasaran (marketing Services), jasa akuntansi atau pembukuan, jasa audit laporan keuangan, dan jasa perpajakan;
jasa perdagangan berupa jasa mencarikan penjual barang di dalam Daerah Pabean untuk tujuan ekspor; dan
jasa interkoneksi, penyelenggaraan satelit, dan/atau komunikasi/konektivitas data.
Indonesia telah mengimplementasikan membuat regulasi khusus untuk destination principle dalam Pasal 7 ayat (2) UU PPN Tahun 2009. Sebelumnya, prinsip ini tidak berlaku untuk ekspor Jasa Kena Pajak (JKP), melainkan hanya l berlaku untuk impor Barang Kena Pajak (BKP), impor Jasa Kena Pajak (JKP), dan ekspor BKP dan tidak untuk ekspor JKP.
Tarif PPN Ekspor Jasa Kena Pajak memiliki besaran yang sama dengan tarif PPN lainnya, yakni sebesar 11 persen. Tarif ini merupakan kebijakan kenaikan tarif terbaru yang berlaku per April 2022 lalu dari yang tadinya sebesar 10 persen.
Tak hanya itu, tarif ini juga akan kembali mengalami kenaikan paling lambat per Januari 2025 menjadi sebesar 12 persen. Namun, nominal tersebut belum dipastikan kembali, sebab dalam Pasal 7 Ayat (3) UU HPP, terdapat pernyataan bahwa tarif PPN masih dapat berubah lagi dengan ketentuan paling rendah sebesar 5 persen dan paling tinggi 15 persen.
Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 32/PMK.010/2019, terdapat 2 syarat formal yang harus dipenuhi apabila ekspor jasa tersebut dapat menerima dan menikmati fasilitas tarif PPN 0%. Berikut syarat-syarat yang diperlukan:
Didasarkan atas ikatan atau perjanjian tertulis
Perikatan atau perjanjian tertulis tersebut harus dibuat secara rinci dan kelas, dengan keterangan mengenai jenis jasa, nilai penyerahan jasa, serta penjabaran kegiatan yang dilakukan di Indonesia untuk dimanfaatkan di luar Indonesia oleh penerima ekspor.
Terdapat pembayaran dengan disertai bukti pembayaran yang sah
Dalam hal ini, bukti pembayaran yang sah dikeluarkan oleh penerima ekspor kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan kegiatan ekspor.
Jika ekspor jasa tidak memenuhi kedua persyaratan formal tersebut, maka kegiatan penyerahan jasa secara otomatis akan dianggap terjadi di dalam wilayah pabean Indonesia, sehingga dikenakan tarif PPN sebesar 10%.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi