Pensiun Dini Karyawan Garuda dan Pajak Penghasilan atas Pesangon

Memburuknya kinerja Garuda Indonesia akibat pandemi membuat manajemen perusahaan harus mengambil langkah penyelamatan. Salah satunya yaitu pengurangan biaya karyawan.

an image

 

Biaya karyawan diantaranya gaji dan tunjangan bulanan adalah salah satu jenis biaya tetap yang harus dibayarkan setiap bulan. Untuk mengurangi beban operasional Garuda Indonesia, manajemen lalu mengambil keputusan menawarkan pensiun dini untuk karyawan. Catatan keuangan perusahaan menunjukan jumlah utang jangka pendek perusahaan sudah mencapai Rp 70 triliun dan bertambah Rp1 triliun setiap bulannya.

 

Walaupun mereka yang menjalani pensiun dini belum jelas nasibnya, aturan pajak tidak mengenal tenggang rasa. Menurut aturan pajak kompensasi yang diterima tetap akan dikenakan pajak penghasilan tidak peduli apakah jumlahnya cukup atau tidak selama menanti pekerjaan selanjutnya. Kompensasi berbentuk pesangon atau pembayaran lainnya kepada pegawai penerima penghasilan akan tetap dipotong pajak (PPh 21) oleh pemberi penghasilan yaitu perusahaan, pengelola dana pensiun, badan pengelola jaminan sosial dan sebagainya.

Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat

 

Aturan pajak soal tarif pajak dan perhitungannya atas pensiun dini diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus (PMK 16 Tahun 2010).

 

Menurut Pasal 2 PMK 16 Tahun 2010, penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?

 

Poin Penting terkait Aturan Pajak atas Pensiun atau PHK

  • Ada kondisi dimana penghasilan yang dikenakan PPh pasal 21 final dan kondisi lain yang menyebabkan penghasilan tidak dikenakan pph pasal 21 tidak final, dilihat dari apakah dibayarkan sekaligus atau tidak.

  • Tarif pajak yang berbeda antara uang pesangon versus Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

  • Perbedaan ketentuan pajak antara pembayaran pesangon melalui Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja dan uang manfaat pensiun melalui Asuransi Jiwa.

 

Aturan pajak penghasilan pasal 21 membedakan antara penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan yang tidak sekaligus. Penghasilan yang dibayarkan sekaligus akan dikenakan pemotongan PPh pasal 21 dan bersifat final. Sedangkan untuk penghasilan yang tidak dibayarkan sekaligus, PPh 21 yang dipotong tidak bersifat final.

 

Kondisi yang menjadikan suatu penghasilan dikategorikan sebagai dibayarkan sekaligus Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

 

Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:

  1. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia;

  2. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus;

  3. Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.

 

Kapan PPh 21 Final Harus Dibayarkan ke Negara?

Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.

 

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:

  1. Sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

  2. Sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);

  3. Sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

  4. Sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

 

Pajak Penghasilan Pasal 21 diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 3)

 

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

 

(1) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:

a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 4)

 

 

Aturan Pajak untuk Penghasilan yang Tidak Dibayarkan Sekaligus

Menurut Pasal 5 PMK 16 Tahun 2010, berikut adalah aturan pajak penghasilan jika penghasilan dibayarkan pada tahun ketiga dan seterusnya:

 

  1. Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.

  2. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.

  3. hal Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 tarif Pasal 17 UU PPh, lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.

 

Aturan Pajak jika Perusahaan Mengalihkan Uang Pesangon secara Sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja

(1) Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon.

(2) Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara sekaligus, terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.

(3) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dipotong oleh pemberi kerja.

(4) Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 6)

 

Aturan Pajak jika Perusahaan Mengalihkan Uang Pesangon secara Bertahap atau Berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja

  1. Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.

  2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau berkala tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.

  3. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 7)

 

Aturan Pajak jika Terjadi Pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada Perusahaan Asuransi Jiwa dengan Cara Dana Pensiun Membeli Anuitas Seumur Hidup

  1. Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.

  2. Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final.

  3. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.

  4. Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 8)

 

Bagaimana Kewajiban Pajak Pihak yang Memberikan Kompensasi Pensiun seperti Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua?

(1) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua untuk setiap Masa Pajak.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

Kapan batas akhir pembayaran pajak penghasilan pasal 21 yang sudah dipotong oleh pemotong pajak?

 

(2) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. (PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

Aturan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 atas Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

 

Pemotong Pajak wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. (PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 dan batas akhir pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. (PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

Aturan pajak terkait pegawai yang dikenai tarif pemotongan pajak penghasilan pasal 21 sebesar 0%.

 

Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan dan kewajiban memberikan bukti pemotongan, tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0% (nol persen).

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

Dokumen pajak yang harus diberikan kepada pegawai yang menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

 

Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua.

 

Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.

 

(PMK 16 tahun 2010 pasal 9)

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi