Pandemi Covid-19 telah banyak memengaruhi jalannya roda perekonomian global, terutama pada pola konsumsi masyarakat. Selama masa pandemi, masyarakat cenderung lebih selektif dalam berbelanja, atau membatasinya pada kebutuhan-kebutuhan pokok saja.
Terutama pada saat pemerintah memberlakuan PSBB atau lockdown. Anjuran untuk berdiam diri di rumah memang membuat sebagian besar masyarakat tidak membeli atau mengonsumsi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier. Namun, di sisi lain ternyata pandemi telah menciptakan pola konsumsi baru pada masyarakat.
Pada sektor hiburan, misalnya, sejak seluruh bioskop ditutup akibat pandemi, masyarakat kemudian mengalihkan hiburan menonton filmnya ke layanan streaming berlangganan seperti Netflix, Disney+Hotstar, dan sebagainya. Tidak tanggung-tanggung, Juru Bicara Netflix menerangkan, jumlah keanggotan Netflix secara global meningkat 10,1 juta atau 5,52% menjadi 192,95 juta pada Kuartal II 2020 dibandingkan kuartal sebelumnya.
Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat
Peningkatan ini lebih besar dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang hanya mencapai 2,7 juta atau 1,81%. Pelanggan di Asia Pasifik sendiri meningkat sebesar 2,66 juta atau 13,41% menjadi 22,49 juta pada periode yang sama.
Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?
Hal yang sama juga dirasakan oleh perusahaan komputer PT Zyrexindo Mandiri Buana, Tbk yang melaporkan peningkatan penjualan sebesar 74 persen secara year-on-year (yoy) dari Rp 126,8 miliar di tahun 2019 menjadi Rp 223,4 miliar di tahun 2020.
Direktur Utama Perseroan, Timothy Siddik menjelaskan, meningkatnya kinerja keuangan ini terjadi karena kebiasaan baru Work From Home (WFH) dan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang mewabah di Indonesia maupun seluruh dunia sejak awal tahun 2020. Maraknya kebiasaan baru tersebut mengakibatkan pertumbuhan permintaan laptop dan komputer tablet, khususnya bagi para siswa-siswi.
Pola konsumsi yang cukup “unik” juga terjadi di masa pelonggaran atau transisi PSBB. Setelah mulai mendapat izin untuk melakukan aktifitas di luar rumah, masyarakat banyak memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatan kesehatan. Salah satu yang paling menjadi tren adalah kegiatan bersepeda. Tren tersebut juga berdampak pada pesatnya permintaan masyarakat terhadap produk sepeda.
Peningkatan permintaan secara tiba-tiba seperti itu disebut sebagai pent-up demand. Dalam dunia bisnis, pent-up demand merujuk pada kondisi di mana permintaan akan suatu produk atau layanan meningkat secara drastis dan cenderung tiba-tiba.
Dinamakan pent-up demand karena permintaan yang tinggi tersebut dipicu oleh adanya keinginan terpendam (pent-up) akibat berbagai alasan. Bagi banyak ekonom, istilah ini sendiri menggambarkan kembalinya masyarakat secara umum ke kebiasaan konsumerisme setelah adanya kondisi pengeluaran yang menurun.
Pada kasus lonjakan minat terhadap sepeda di atas, pent-up demand terjadi karena masyarakat sebelumnya telah cukup lama menahan diri untuk tidak melakukan aktifitas di luar rumah, serta menahan diri untuk tidak berbelanja kebutuhan sekunder atau tersier.
Setelah kondisi membaik dan ekonomi bangkit kembali, maka dimulailah pent-up demand yang dimaksudkan. Konsumen secara kolektif akan mulai melakukan pengeluaran terhadap hal-hal yang sebelumnya ditangguhkan. Mengapa bisa ditangguhkan? Karena barang atau jasa yang diinginkan itu bersifat pengeluaran diskresioner.
Pengeluaran diskresioner merupakan pengeluaran yang tanpa keberadaannya pun kehidupan rumah tangga atau bisnis masih bisa bertahan. Dalam bahasa yang umum dikenal, pengeluaran ini mengacu pada keinginan, bukan kebutuhan. Contoh dari pengeluaran diskresioner adalah barang mewah atau hiburan, salah satunya adalah pembelian sepeda.
Kombinasi dari berbagai hasrat yang tertangguhkan tersebut kemudian “dilampiaskan” melalui pembelian sepeda.
Bagaimana kondisi semacam ini bisa menjadi ladang keuntungan bagi para pebisnis atau pengusaha? Seperti hukum ekonomi pada umumnya, jika permintaan meningkat maka harga juga akan meningkat. Ini artinya, penjual bisa menawarkan harga yang lebih tinggi dibanding waktu normal untuk mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Dari sisi pembeli, meningkatnya harga produk tidak akan banyak mempengaruhi keinginan, karena hasrat yang sudah lama terpendam menyebabkan faktor harga tidak begitu diperhitungkan, selagi peningkatannya masih dianggap wajar. Oleh karena itu, momen seperti ini harus bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pengusaha atau pelaku bisnis dengan menggunakan langkah-langkah bisnis yang tepat.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi