Update Peraturan Pajak 2024: Penghapusan BBNKB, Tarif Pajak Hiburan, Pengurangan PBB, hingga NPWP Format Baru!

Tahun 2024 membawa angin segar bagi dunia perpajakan di Indonesia dengan sejumlah peraturan baru yang telah ditetapkan. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah strategis yang membawa perubahan signifikan dalam sistem dan tarif pajak. Melalui artikel ini, Konsultanku akan mengulas beberapa perubahan peraturan pajak 2024 yang wajib Anda ketahui!

an image

Penghapusan BBNKB II dan Pajak Progresif

Sejak awal tahun 2024, beberapa provinsi di Indonesia telah menerapkan penghapusan tarif pajak progresif dan bea balik nama kendaraan bermotor kedua (BBNKB II). BBNKB II sendiri merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah untuk proses pemindahan hak kepemilikan kendaraan bermotor bekas. Sementara itu, pajak progresif adalah pajak yang dikenakan berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan jumlah dan harga kendaraan bermotor yang dimiliki.

 

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan bahwa penghapusan BBNKB II didasarkan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Regulasi ini disahkan oleh Presiden Jokowi pada 5 Januari 2022 dan diberlakukan pada tanggal yang sama. Namun, ketentuan tersebut baru akan berlaku tiga tahun setelah pengesahan UU, yakni pada 5 Januari 2025.

Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

 

Merujuk pada Pasal 12 UU HKPD, objek BBNKB adalah penyerahan pertama atas kendaraan bermotor. Dalam penjelasannya, BBNKB hanya dikenakan pada penyerahan pertama kendaraan bermotor, sedangkan penyerahan kedua dan seterusnya, baik mobil maupun motor bekas, tidak termasuk objek BBNKB.

 

Dilansir dari Kompas.com, penghapusan BBNKB II dan pajak progresif diusulkan oleh kepala korps lalu lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Firman Shantyabudi kepada pemerintah daerah. Tujuan dari penghapusan ini adalah untuk mengurangi beban masyarakat dan menyeragamkan data kepemilikan kendaraan. Selain itu, penghapusan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak kendaraan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

 

Menurut catatan Kemendagri hingga Januari 2024, sebanyak 89 persen dari total 38 provinsi telah menerapkan penghapusan BBNKB II. Sisanya, sebanyak 11 persen, masih belum menghapus tarif bea balik nama untuk penyerahan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya. Secara keseluruhan, hanya 45 persen atau 17 provinsi yang telah melakukan penghapusan pajak progresif dan BBNKB II. Provinsi lainnya, termasuk Papua Barat, masih menerapkan tarif pajak progresif.


Penyesuaian Tarif Pajak Hiburan dan Jasa Parkir

Pada tanggal 25 April 2024, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan UU No. 2/2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Undang-Undang ini mengatur perubahan ibu kota negara, perubahan nama DKI Jakarta, fungsi dan peran Daerah Khusus Jakarta (DKJ), serta mekanisme pemilihan gubernur wilayah DKJ.

 

Selain mencakup pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Ibu Kota Nusantara (IKN), UU ini juga mengatur tarif pajak di DKJ. Setelah resmi menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), terdapat beberapa penyesuaian tarif pajak daerah yang diterapkan, termasuk pajak barang dan jasa tertentu (PBJT). PBJT ini meliputi pajak parkir dan pajak hiburan. Berikut adalah penyesuaiannya berdasarkan regulasi terbaru.

 

  1. Tarif pajak hiburan dikenakan sebesar 25% hingga 75% atas jasa hiburan tertentu, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Sebagai perbandingan, tarif pajak hiburan tertentu dalam UU HKPD adalah 40% hingga 75%. Dengan demikian, tarif pajak hiburan dalam UU DKJ ditetapkan lebih rendah dari aturan sebelumnya.

  2. Tarif pajak parkir DKI Jakarta ditetapkan maksimal sebesar 25%, lebih tinggi dibandingkan tarif maksimal dalam UU HKPD yang sebesar 10%.

  3. Pemungutan pajak hiburan dan pajak parkir disesuaikan dengan tata cara yang diatur dalam UU HKPD dan peraturan-peraturan terkait lainnya.


Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan

Di akhir tahun 2023, pemerintah menyempurnakan ketentuan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2023 (PMK 129 2023) yang berlaku efektif pada 30 Desember 2023. Penyempurnaan ini mencakup objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB, tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan pengurangan PBB, serta pemberian pengurangan PBB secara jabatan. Pengurangan PBB ini diberikan melalui dua skema, yaitu permohonan sendiri oleh Wajib Pajak atau secara jabatan oleh pemerintah.

 

Dalam mekanisme permohonan, Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan PBB kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen laporan keuangan dan surat pernyataan. Secara umum, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sendiri untuk memperoleh pengurangan nominal PBB dalam kondisi tertentu, seperti:

  1. Kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran PBB akibat kerugian komersial dan kesulitan likuiditas yang berasal dari kegiatan pengusahaan objek PBB selama dua tahun berturut-turut.

  2. Terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.

 

Kondisi tertentu ini berkaitan dengan objek PBB yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak di sektor-sektor seperti perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batubara, dan sektor lainnya. Hal ini diatur secara rinci dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 129 2023. Dalam kondisi ini, pengurangan PBB dapat diberikan hingga 75% dari jumlah PBB yang masih harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKPPBB).

 

Bencana alam yang dimaksud adalah peristiwa yang disebabkan oleh alam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang penanggulangan bencana. Sebab lain yang luar biasa mencakup bencana non-alam atau bencana sosial yang diakibatkan oleh peristiwa non-alam atau yang disebabkan oleh manusia. Dalam kondisi ini, pengurangan PBB dapat diberikan hingga 100% dari jumlah PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKPPBB, atau Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STP PBB).

 

Selain permohonan oleh Wajib Pajak, pemerintah juga dapat memberikan pengurangan PBB secara jabatan kepada Wajib Pajak yang terkena bencana alam. Pengurangan ini bisa mencapai 100% dari PBB yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKPPBB, atau STP PBB yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak.


Resmi, NPWP Gunakan Format Baru 16 Digit

Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2024 (PER 06 2024), implementasi Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP 16 digit resmi digunakan pada layanan perpajakan mulai 1 Juli 2024. Terdapat tujuh layanan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang sudah mengakomodasi penggunaan format NPWP 16 digit ini:

 

  1. Pendaftaran Wajib Pajak (e-Registration)

  2. Akun profil Wajib Pajak pada DJP Online

  3. Informasi konfirmasi status Wajib Pajak (info KSWP)

  4. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh 21/26 (e-Bupot 21/26)

  5. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Unifikasi (e-Bupot Unifikasi)

  6. Penerbitan bukti potong dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 instansi pemerintah dan SPT Masa PPh Unifikasi instansi pemerintah (e-Bupot Instansi Pemerintah)

  7. Pengajuan keberatan (e-Objection)

 

Walaupun format NPWP 16 digit telah resmi diberlakukan, NPWP dengan format 15 digit masih dapat digunakan hingga 31 Desember 2024. Hal ini diberlakukan untuk mengakomodasi sistem administrasi pihak lain yang belum siap mengadopsi format baru, seperti aplikasi e-Faktur. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa layanan administrasi tambahan yang mendukung format baru akan diumumkan secara bertahap.

 

Melalui PER 06/2024, Dirjen Pajak juga menyebutkan bahwa DJP akan melakukan penyesuaian secara bertahap terhadap dokumen perpajakan seperti keputusan, ketetapan, serta formulir terkait perubahan format NPWP. Pasal 4 ayat (2) PER 06 2024 menegaskan bahwa keputusan, ketetapan, formulir, dan dokumen perpajakan yang mencantumkan NPWP dengan format 15 digit yang diterbitkan sejak 1 Juli 2024 memiliki kekuatan hukum yang sama dengan yang mencantumkan NPWP 16 digit.


Kesimpulan

Perubahan peraturan pajak 2024 mencakup berbagai aspek penting yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kepatuhan pajak serta memberikan keringanan dan keadilan bagi para Wajib Pajak. Penghapusan BBNKB II dan pajak progresif, penyesuaian tarif pajak hiburan dan jasa parkir, pemberian pengurangan PBB, dan penggunaan NPWP format baru 16 digit merupakan beberapa poin penting yang perlu dicatat.

 

Sebagai Wajib Pajak, penting untuk selalu mengikuti perkembangan peraturan pajak terbaru sehingga Anda dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik. Agar Anda tidak kewalahan dalam memahami dan mengimplementasikan peraturan pajak yang terus berubah, konsultasikan kebutuhan perpajakan Anda kepada Konsultanku. Melalui jasa penghitungan dan pelaporan pajak, Konsultanku memastikan bahwa Anda dapat memenuhi semua kewajiban perpajakan dengan akurat dan tepat waktu.

 

peraturan pajak 2024, penghapusan pajak progresif, penghapusan bbnkb, uu dkj, tarif pajak hiburan, pajak parkir dki jakarta, pmk 129 2023, pengurangan pbb, per 06 24, npwp 16 digit

peraturan pajak 2024, penghapusan pajak progresif, penghapusan bbnkb, uu dkj, tarif pajak hiburan, pajak parkir dki jakarta, pmk 129 2023, pengurangan pbb, per 06 24, npwp 16 digit

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi