Sejak awal Maret lalu, publik internet Indonesia digemparkan dengan istilah predatory pricing. Istilah tersebut menjadi ramai diperbincangkan sejak Presiden Jokowi menggaungkan ajakan mencintai produk lokal dalam pidato pembuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021.

an image

 

Lalu, apa sebenarnya predatory pricing?

 

Secara istilah, predatory pricing adalah sebuah praktik/strategi perdagangan dengan cara menetapkan harga jual serendah-rendahnya, bahkan bisa lebih rendah dari biaya produksi (jual rugi), dengan tujuan untuk merusak harga pasaran dan menyingkirkan pesaing. Hal ini menimbulkan monopoli perdagangan. Ketika semua pesaing bisnis sudah gugur dan tidak dapat mengikuti persaingan, harga akan kembali dinaikkan oleh si pelaku.

Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat

 

Di dalam bisnis, persaingan dagang merupakan hal yang sangat wajar. Namun, praktik persaingan yang menerapkan predatory pricing ini pada akhirnya akan mematikan pesaing-pesaing yang sebagian besarnya merupakan UMKM atau pengusaha lokal.

 

Beberapa Contoh Kasus Predatory Pricing

Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?

 

Di Indonesia, sebagian besar praktik predatory pricing ini terjadi pada persaingan antara produk lokal dengan produk asing (impor). Media cnbcindonesia.com pada tahun 2019 lalu pernah memuat berita mengenai beberapa contoh betapa murah dan mudahnya mendapatkan produk-produk China di Indonesia.

 

Salah satunya, seorang ibu di Bekasi membeli satu set pakaian renang buatan China untuk anaknya seharga Rp100.000, dengan beban ongkos kirim yang hanya sebesar Rp10.000. Padahal, bila dibandingkan, membeli langsung dari pedagang lokal harganya bisa mencapai Rp300.000—Rp400.000. Barang yang dipesankan tersebut juga sudah diterima hanya dalam waktu satu minggu setelah pemesanan.

 

Contoh lainnya adalah seorang pengusaha jilbab di Tanah Abang. Melansir dari pemberitaan republika.id, pada 2016—2018 terdapat sebuah industri hijab rumahan yang mengalami kemajuan luar biasa. Produsen tersebut berhasil mempekerjakan lebih dari 3.400 orang pegawai.

 

Namun, pada tahun 2018, perusahaan itu disadap oleh artificial intelligent (AI) milik sebuah perusahaan digital asing. Informasi produk UMKM tersebut kemudian disedot, dibuat produksinya di China, dan kemudian diekspor ke Indonesia dengan harga yang jauh berada di bawah harga pasaran. Harga jual hijab tersebut di niaga daring hanya dibanderol Rp1.900 per buah.

 

Praktik predatory pricing semacam ini yang tengah menjadi konsentrasi pemerintah. Terutama pada platform-platform belanja daring (online shop). Banyak pihak mendesak agar pemerintah segera membuat regulasi yang adil, terutama bagi para pelaku UMKM dan pengusaha lokal.

 

Dalam pidato yang disebutkan di atas, Presiden Jokowi juga menekankan pentingnya memberi tempat yang strategis bagi brand-brand lokal di pusat perbelanjaan. Menurutnya, salah satu cara untuk meminimalisir perkembangan predatory pricing adalah dengan lebih mencintai dan menggunakan produk-produk atau brand lokal.

 

Predatory Pricing di Dalam Negeri

 

Meski begitu, predatory pricing tidak hanya terjadi antara pengusaha asing dengan pengusaha lokal saja. Itu juga bisa terjadi di antara perusahaan lokal. Misalnya, dalam rangka promosi besar-besaran, salah satu perusahaan transportasi daring, pernah memberlakukan tarif Rp10.000 untuk perjalanan dalam radius 25 kilometer. Hal tersebut dianggap telah merusak tarif umum transportasi ojek, terutama ojek pangkalan.

 

Pada tahun 2021 ini, Menteri Perdagangan memastikan akan mengeluarkan aturan mengenai pemberian diskon di platform e-commerce. Menurutnya, masalah penentuan harga adalah kesepakatan penjual dan pembeli, tetapi untuk urusan diskon memang perlu dibuatkan regulasi yang adil agar tercipta iklim persaingan dagang yang sehat.

 

Bagi Anda yang berniat untuk membuka suatu usaha atau berdagang melalui e-commerce, baiknya Anda juga turut memperhatikan hal tersebut. Jangan sampai, karena ingin menarik pelanggan sebanyak-banyaknya, Anda memberikan diskon atau banderol harga promosi yang terlalu rendah sehingga melakukan praktik predatory pricing.

 

Dalam rangka promosi sebuah produk atau brand, memberi harga khusus atau diskon adalah hal yang wajar. Namun, perlu diperhatikan juga perhitungan keuangannya agar tidak merusak harga pasaran.

 

Apabila Anda mengalami kendala dalam perhitungan keuangan maupun strategi perdagangan, Anda dapat berkonsultasi bersama kami di Konsultanku. Anda akan dipertemukan dengan para ahli dan profesional yang akan membantu mencari solusi bagi berbagai masalah keuangan dan bisnis.

 

Mari bersama membangun Indonesia yang sejahtera dengan memilih dan meningkatkan kualitas produk lokal.

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi