Tiap-tiap perusahaan pasti memiliki kewajiban atau liabilitas yang harus dipenuhinya, seperti membayar upah pekerja dan membayar utang. Nah, kedua hal tersebut merupakan kewajiban jangka pendek. Umumnya, perusahaan akan mengevaluasi kemampuan mereka dalam membayar kewajiban jangka pendeknya menggunakan rumus current ratio.
Sesuai namanya, rasio lancar atau current ratio adalah rasio likuiditas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya (kewajiban-kewajiban yang memiliki masa jatuh tempo dalam satu tahun).
Melalui current ratio, investor dan analis dapat mengetahui bagaimana kinerja perusahaan dalam memaksimalkan aset lancar (aktiva lancar) di neraca untuk memenuhi liabilitasnya.
Baca Juga:
Pahami 2 Metode dalam Mencatat Persediaan Barang Dagang!
10 Perusahaan Big Ten Kantor Akuntan Publik Paling Prospektif untuk Lulusan Akuntansi
PSAK 73 Sewa dan Dampaknya bagi Perusahaan
Contoh Buku Besar Perusahaan Jasa, Lengkap dengan Penjelasannya!
Secara implisit, posisi likuiditas dari sebuah entitas akan terlihat sehat jika nilai rasio lancarnya di atas 1. Di sisi lain, apabila nilai rasio lancar sebuah perusahaan berada di bawah 1, itu berarti posisi likuiditasnya sedang tidak sehat. Jika sudah demikian, maka harus segera dilakukan evaluasi agar kondisi keuangan tidak makin memperburuk.
Dari pembahasan mengenai definisi current ratio saja, didapatkan pemahaman bahwa salah satu manfaat current ratio adalah untuk mengetahui posisi likuiditas suatu perusahaan.
Baca Juga:
Bagaimana Cara Menghitung Payroll Gaji Karyawan?
Cara Membuat Laporan Keuangan
Fungsi dan Pentingnya Purchase Order Bagi Bisnis
Stock Opname: Pemahaman dari Sudut Pandang Operasional dan Audit
Lebih lanjut,pemahaman tentang current ratio juga bermanfaat untuk membantu pihak manajemen dalam memikirkan strategi mengatur arus kas di periode selanjutnya guna mengatasi permasalahan likuiditas di periode berjalan. Caranya bisa dengan bernegosiasi kepada pihak bank agar bersedia memberikan keringanan bunga hingga meminta pihak pemasok agar bersedia menunda pembayaran sejumlah tagihan yang ditanggung perusahaan.
Pada bagian sebelumnya, dijelaskan bahwa posisi likuiditas dari sebuah entitas akan terlihat sehat jika nilai rasio lancarnya di atas 1. Meskipun demikian, jika nilai rasio lancar berada di bawah 1, hal tersebut tidak serta-merta berarti bahwa perusahaan memiliki masalah dalam posisi likuiditasnya. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
Dalam menghitung skor current ratio, ada dua hal penting yang terlibat, yakni aset lancar dan kewajiban lancar.
Aset Lancar meliputi kas dan setara kas, piutang, persediaan, dan aset lancar lainnya. Rasio ini berbeda dari rasio cepat karena persediaan ikut dimasukkan ke dalam rumus perhitungannya.
Sementara itu, kewajiban antara lain terdiri dari utang, akrual, utang bunga, dan kewajiban lancar lainnya. Seluruh item tersebut merupakan aset dan liabilitas likuid.
Current ratio dihitung melalui pembagian angka aset lancar dengan kewajiban. Berikut rumusnya.
Sekarang, Anda telah mengetahui rumus menghitung current ratio. Untuk memantapkan pemahaman mengenai rumus tersebut, mari kita gunakan contoh soal sekaligus perhitungannya.
Perhatikan saldo Aset Lancar dan Liabilitas Lancar dalam Laporan Posisi Keuangan milik sebuah perusahaan untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2020 sebagai berikut.
Aset Lancar:
Kas dan Setara Kas: 30.000.000
Piutang Usaha: 100.000.000
Persediaan: 250.000.000
Aset Lancar Lainnya: 100.000.000
TOTAL: Rp480.000.000
Utang atau Kewajiban Lancar:
Utang Akun: 25.000.000
Utang Pajak Saat Ini: 90.000.000
Beban Akrual: 200.000.000
Pinjaman: 90.000.000
TOTAL: Rp405.000.000
Maka, perhitungan current ratio-nya adalah:
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan tersebut memiliki posisi likuiditas yang sehat karena skor current ratio-nya berada di angka lebih dari 1.
Terdapat batasan atau kerugian dalam menggunakan current ratio untuk menilai posisi likuiditas sebuah entitas. Pasalnya, current ratio memasukkan persediaan ke dalam penghitungannya. Jadi, apabila saldo persediaan pada akhir tahun berbeda secara signifikan, maka akan ada perbedaan rasio yang signifikan, tidak peduli jika Anda memiliki cukup uang untuk membayar kewajiban.
Mari ilustrasikan masalah ini dengan mengacu pada contoh perhitungan sebelumnya.
Pada contoh di atas, diketahui bahwa jumlah persediaan pada aset lancar mencapai Rp250.000.000. Dilihat secara kasat mata, jumlah tersebut merupakan nilai yang cukup besar. Masalahnya, dalam perhitungan current ratio, persediaan digolongkan sebagai aset lancar, tetapi persediaan tidak mudah untuk diubah menjadi uang tunai.
Agar dapat mengubah persediaan menjadi uang tunai, perusahaan perlu menghasilkan penjualan dan mendapatkan keuntungan. Namun, ada kalanya penjualan dilakukan secara kredit sehingga perusahaan membutuhkan waktu lebih lama untuk mengumpulkan uang tunai.
Selain itu, current ratio juga memasukkan piutang dalam perhitungannya. Hal ini pun menimbulkan masalah yang serupa dengan “persediaan”, sebab piutang juga sulit diubah menjadi uang tunai.
Meski Piutang Usaha sekilas nampak mudah untuk “diubah” menjadi uang tunai, tetapi kita harus melihat kembali ke kebijakan piutang dan histori penagihannya sehingga dapat disimpulkan seberapa masuk akal rasio ini terhadap kewajiban lancar.
Mengacu pada contoh di atas, maka ketika mengartikan current ratio, hal-hal tersebut perlu diperhatikan.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi