Wacana terkait kebijakan pajak saat ini menjadi perhatian utama bagi ketiga Pasangan Capres-Cawapres dalam pemilu 2024. Baru-baru ini, para Capres 2024 telah mengumumkan visi, misi, dan rencana program pemerintahan mereka. Salah satu pokok pembahasan yang ditekankan oleh ketiga pasangan calon tersebut adalah kebijakan pajak. Dalam tulisan ini, Konsultanku akan mengulas janji Capres dan saran-saran yang diajukan oleh setiap paslon terkait peningkatan penerimaan negara dan strategi kebijakan pajak.
Ide Penerimaan dan Pajak Negara: Paslon Anies-Cak Imin
Dengan mengusung tema ”Indonesia Adil Makmur untuk Semua”, pasangan nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menawarkan sejumlah janji yang berkaitan dengan pajak. Melalui perluasan dan perbaikan kepatuhan pajak, AMIN bercita-cita akan menaikkan rasio pajak dari 10,4% (2022) menjadi 13,0%--16,0% (2029). Untuk mencapai tujuan tersebut, berikut adalah beberapa ide yang paslon ini ajukan.
Salah satu usulan kebijakan pajak dari paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar adalah mengenakan pajak lebih besar bagi 100 orang terkaya di Indonesia lebih besar. Co-Captain Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Thomas Lembong pun mengungkapkan bahwa ada 2 skema yang digunakan dalam penerapan kebijakan ini.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Skema pertama, pengenaan pajak kepada 100 orang terkaya di Indonesia tidak dilakukan dengan mengenakan berbagai pajak tambahan baru, melainkan sebatas penggunaan skema pajak kekayaan atau wealth tax. Artinya, objek pajak di sini adalah harta yang dimiliki WP, bukan penghasilannya.
Skema kebijakan pajak yang kedua adalah pengenaan pajak terhadap perusahaan para konglomerat yang terlibat duopoli atau oligopoli. Artinya, ada pajak khusus terhadap bisnis yang hanya dijalankan oleh dua atau beberapa perusahaan saja. Mekanisme pengenaan pajaknya pun akan terkonsentrasi pada industrinya. Sebab, menurut Lembong, iklim usaha yang hanya didominasi oleh segelintir pengusaha seperti duopoli atau oligopoli lebih berisiko sistemik terhadap perekonomian.
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Kondisi ketimpangan yang terjadi antara orang kaya dengan kelompok menengah ke bawah menjadi concern bagi paslon Anies-Cak Imin sehingga harus dituntaskan. Salah satunya dengan melakukan penyesuaian terhadap penerapan pajak. Selain menaikkan pajak orang-orang kaya, penyesuaian juga dilakukan dengan menurunkan pajak untuk Wajib Pajak kelas menengah ke bawah.
Usulan ini diharapkan dapat menjadi solusi atas mahalnya harga bahan pangan masyarakat saat ini. Oleh sebab itu, selain menurunkan pajak untuk kelas menengah ke bawah, Cak Imin juga menawarkan program Bantuan Sosial (bansos) plus sehingga rakyat mempunyai daya beli untuk mendongkrak ekonomi.
Selain dua ide di atas, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga berencana menghapus pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak atas tabungan masyarakat. Pasalnya, mereka menganggap bahwa pengenaan pajak atas dua komponen ekonomi masyarakat itu tak masuk prinsip pengenaan pajak yang sebetulnya sebagai disinsentif.
Thomas Lembong menekankan bahwa permasalahan tekanan ekonomi akibat ancaman resesi global membuat Anies-Cak Imin tak ingin membebani pendapatan dan tabungan masyarakat melalui pajak penghasilan atau deposito. Sebab, jika pendapatan dan tabungan banyak dikenakan pajak, maka orang akan malas untuk bekerja mencari lebih banyak penghasilan.
Alih-alih memajaki tabungan dan penghasilan, pasangan AMIN lebih memilih mengenakan pajak maupun bea dan cukai terhadap hal-hal yang tidak diinginkan negara dan masyarakat. Misalnya, pajak atas karbon, cukai plastik, cukai minuman berpemanis, hingga pengenaan iuran sampah.
Ide Penerimaan dan Pajak Negara: Paslon Prabowo-Gibran
Calon Presiden Prabowo Subianto dan wakil Gibran Rakabuming Raka sendiri menjanjikan perubahan besar bagi pajak di Indonesia dengan menargetkan rasio penerimaan pajak mencapai 23 persen. Untuk mendongkrak penerimaan pajak negara, pasangan calon nomor urut 2 ini juga memberikan beberapa usulan lain, antara lain sebagai berikut.
Dalam debat Cawapres yang digelar hari Jumat (22/12/2023), Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan visi dan misinya untuk menggenjot tax ratio atau rasio perpajakan sebesar 23% dari Produk Domestik Bruto. Gibran mengatakan dirinya dan Prabowo tidak akan menggunakan strategi lama dalam menaikkan rasio perpajakan di Indonesia. Paslon nomor urut 2 ini pun berencana memperbanyak pembukaan dunia usaha guna meningkatkan jumlah Wajib Pajak.
Besarnya angka tersebut tentu menimbulkan banyak respons di masyarakat. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic Mohammad Faisal menilai target yang dipasang Prabowo-Gibran soal rasio perpajakan hampir tidak mungkin dengan masa kekuasaan hanya 5 tahun. Ia mengatakan bahwa perlu kehati-hatian dalam menentukan target yang tinggi. Sebab, kita perlu menilai realistisnya target tersebut serta efek sampingnya jika diterapkan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan meningkatkan rasio perpajakan sebenarnya mudah. Apabila rasio perpajakan ingin ditingkatkan, maka tinggal menambah komponen lainnya dalam penerimaan pajak. Sebab, selama ini komponen penghitungan penerimaan pajak di Indonesia hanyalah pajak yang diterima pemerintah pusat.
Salah satu strategi dalam ekstensifikasi penerimaan negara yang diusulkan paslon Prabowo Subianto-Gibran adalah menerapkan sejumlah pajak dan cukai baru. Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Erwin Aksa mengatakan ekstensifikasi pajak akan dilakukan dengan menerapkan pajak terhadap usaha kecil menengah (UKM). Kendati pendapatan dari sektor pajak UKM ini kemungkinan kecil, menurutnya, langkah ini perlu dilakukan agar lebih banyak masyarakat dapat ikut berkontribusi dalam penerimaan negara.
Selain pajak untuk usaha kecil menengah, pihak Prabowo-Gibran juga akan menerapkan pajak impor gandum. Kebijakan ini perlu diterapkan karena kebocoran dari pajak gandum ini cukup besar. Dengan implementasi kebijakan ini, diharapkan dapat menambah penerimaan negara dari impor gandum selayaknya negara lain, seperti Thailand dan Brunei.
Selain pajak, Capres-Cawapres nomor urut 2 ini juga akan melakukan ekstensifikasi di bidang penerimaan cukai. Perluasan penerimaaan ini dilakukan dengan memberlakukan cukai terhadap minuman berpemanis. Selain menambah pendapatan negara, pihak Prabowo-Gibran menilai bahwa minuman berpemanis ini perlu dikenakan cukai karena telah membuat banyak masyarakat Indonesia terkena diabetes.
Pasangan Prabowo-Gibran juga menargetkan pembentukan Badan Penerimaan Negara di 100 hari kerja pertamanya apabila terpilih menjadi Presiden. Gibran menjelaskan bahwa Badan Penerimaan Negara ini akan langsung di bawah komando presiden sehingga koordinasi dengan kementerian lainnya akan bisa lebih fleksibel. Dengan terbentuknya badan ini, maka DJP dan Direktorat Jenderal Bea Cukai akan dipisahkan dari Kementerian Keuangan.
Badan Penerimaan Negara atau BPN ini akan menjadi motor utama penggerak penerimaan negara, sehingga pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran dapat meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 23%. Selain itu, keberadaan BPN juga dapat semakin meningkatkan transparansi penganggaran. Sebab, pihak yang memegang uang masuk dan keluar berada di institusi berbeda yang sama-sama langsung di bawah presiden.
Ide Penerimaan dan Pajak Negara: Paslon Ganjar-Mahfud MD
Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak mencantumkan strategi kebijakan fiskal yang detail dalam dokumen visi-misi. Namun, mereka menjanjikan akan mewujudkan fiskal yang tangguh lewat anggaran negara yang memadai dan transparan serta optimalisasi sumber pendapatan. Hal ini akan dicapai dengan menerapkan ide atau kebijakan berikut.
Jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD menargetkan rasio perpajakan bisa mencapai 14-16%. Sekretaris Eksekutif TPN, Heru Dewanto meyakini kepastian dan penegakan hukum merupakan pondasi paling penting untuk menambah penerimaan negara ini. Sebab, dua hal tersebut akan membuat penggunaan anggaran lebih efisien dan tepat sasaran.
Selain itu, paslon nomor urut 3 ini juga fokus untuk memperbaiki administrasi pajak guna mencapai target rasio tersebut. Pasalnya, menurut pihak Ganjar-Mahfud, faktor kemudahan dalam membayar pajak juga berpengaruh pada besaran Wajib Pajak yang dapat tertagih setiap tahunnya. Dengan administrasi pajak yang mudah dan jelas, Wajib Pajak tidak akan lagi merasa repot dan takut dalam melaporkan serta membayar tagihan pajaknya.
Dalam memperbesar penerimaan pajak, Ganjar Pranowo memberikan cara lain, yaitu melalui ekstensifikasi. Cara ini dilakukan dengan memperluas sektor penerimaan pajak. Artinya cara ini akan ‘mengejar’ banyak sektor lain yang sebelumnya luput dari pajak atau terlindung dari pengenaan pajak.
Sekretaris Eksekutif TPN, Heru Dewanto mengatakan bahwa perluasan dapat dilakukan dengan menarik minat investor menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan banyaknya investasi yang masuk, penerimaan negara dari sektor perpajakan juga akan meningkat. Apabila sudah begitu, maka Ganjar-Mahfud tinggal melakukan ekstensifikasi pajak dengan mencari sumber pajak di luar sistem yang sudah ada saat ini.
Dengan tambahan penerimaan dan pencegahan kebocoran pajak, Heru pun yakin program-program andalan Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan bisa terlaksana dengan baik. Sekiranya ada 21 program unggulan yang diusung oleh paslon Ganjar-Mahfud. Beberapa di antaranya adalah 1 Keluarga Miskin, 1 Sarjana; Sekolah Dapat Gaji, Lulus Pasti Kerja; Guru Ngaji dan Guru Agama Lain Digaji; hingga Bansos; serta KTP Sakti.
Kesimpulan
Demikian pembahasan mengenai usulan kebijakan penerimaan pajak negara berdasarkan janji Capres 2024. Terlepas dari berbagai program yang ditawarkan Capres 2024 tersebut, pemerintah sebenarnya telah merampungkan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 guna mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Dengan demikian, usulan kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu mencapai target pajak 2045.
Selain perencanaan yang baik dari pemerintah, kunci kesuksesan dalam penerimaan pajak negara juga terletak pada kepatuhan pajak masyarakat. Dalam hal ini, mereka diharapkan senantiasa memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku. Memenuhi kewajiban pajak, seperti membayar dan mengisi SPT Tahunan memang bukanlah hal yang mudah. Namun Anda tidak perlu khawatir, Konsultanku hadir membantu Anda dalam memudahkan proses tersebut melalui jasa perhitungan dan pelaporan pajak.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi