Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menandatangani Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) secara resmi pada tanggal 15 November lalu. Kemitraan yang digadang-gadang sebagai perjanjian blok dagang terbesar ini telah ditandatangani oleh 15 negara yang mencakup sepuluh negara ASEAN, ditambah dengan China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Seiring dengan upaya pemerintah Indonesia untuk mempercepat laju pemulihan ekonomi dengan berbagai kebijakan seperti Paket Kebijakan Ekonomi dan Peresmian UU Omnibus Law, penandatanganan RCEP juga diyakini dapat memberi dampak yang baik bagi ekonomi nasional.
Baca Juga:
Perbedaan Customer, Consumer, dan Client
Inilah Jobdesk Supervisor yang Perlu Anda Ketahui
Surplus vs Defisit Bagi Perekonomian
6 Faktor Pengaruh Tingkat Konsumsi Masyarakat
Keuntungan Bagi Indonesia
Perjanjian RCEP ini dinilai membawa sejumlah keuntungan bagi Indonesia. Setelah perjanjian RCEP resmi dijalankan, diproyeksi jumlah ekspor Indonesia akan mengalami kenaikan sebesar 7,2% melalui skema rantai pasok global. Indonesia dapat menghasilkan produk yang dapat dijadikan bahan baku produksi bagi negara lain dengan bea masuk yang semakin kecil.
Kemendag juga memprediksi dalam lima tahun kedepan setelah RCEP disahkan akan ada kenaikan angka ekspor sebesar 8-11% dan peningkatan investasi sampai 22%. Diperkirakan keikutsertaan Indonesia pada RCEP dapat memberi welfare gain sekitar US$1,52 miliar atau sebesar Rp21,58 triliun.
Selain itu, apabila dilihat dari sisi pekerja, melalui perjanjian RCEP terdapat potensi tenaga kerja Indonesia yang dapat lebih mudah diserap oleh perusahaan multinasional milik negara-negara yang ada dalam lingkar perjanjian. Hal ini tentunya menguntungkan bagi Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran.
Baca Juga:
Perusahaan rintisan tawarkan bantuan laporan pajak
Bantu Pemerintah, Startup Ini Tawarkan Jasa Penghitungan Pajak
Platform Konsultanku Optimistis Dorong Penerimaan
Mau tau cara menghemat pajak bisnis kamu?
Waspada Risiko
Namun, di balik keuntungan yang ditawarkan terdapat risiko yang harus diwaspadai. Globalisasi dan perbedaan kemampuan setiap negara membuat ada kemungkinan untuk terjadi ketimpangan untung dan rugi antar negara. Bagi negara yang siap dalam hal produksi dan sistem, perjanjian RCEP dapat membuka gerbang perluasan akses pasar. Sedangkan bagi negara lain yang lebih lemah kemampuannya mau tidak mau harus menjadi tempat penjualan produk dari luar negeri.
Perjanjian RCEP yang dapat mendatangkan banyak keuntungan di sisi lain juga berpotensi menimbulkan defisit bagi ekonomi Indonesia. Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan angka defisit neraca perdagangan sebesar sekitar 491,46 juta dolar AS.
Selain berpotensi membuat Indonesia banjir impor, perjanjian RCEP juga dapat menjadi ancaman bagi UMKM Indonesia. Melalui perjanjian perdagangan bebas ini, UMKM akan mendapat tambahan pesaing yang dapat berpotensi mengurangi pendapatan UMKM. Akibatnya, UMKM dikhawatirkan kalah bersaing dengan produk impor. Hal ini menjadi penting kendati UMKM dinilai sebagai aset vital bagi sumbangan angka GDP nasional.
Masih Ada Peluang
Seperti halnya analisis SWOT yang memiliki empat komponen, selain keuntungan dan risiko RCEP tentu masih ada peluang untuk memaksimalkan keuntungan sambil meminimalisir risiko. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo mengatakan bahwa potensi defisit neraca perdagangan dapat di-offset dengan memaksimalkan supply chain dari aspek backward linkage, yaitu memenuhi kebutuhan bahan baku atau penolong yang lebih kompetitif dari negara RCEP lainnya maupun forward linkage, yaitu memasok bahan baku atau penolong ke negara RCEP lainnya.
Peluang lainnya yang dapat diusahakan adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia dengan lebih maksimal agar mampu bersaing dengan negara RCEP lainnya. Dengan meningkatkan kualitas diri, tentu pekerja Indonesia dapat masuk dalam lapangan kerja multinasional dengan lebih mudah. Selain itu, peluang lain juga dapat diupayakan oleh UMKM. Di era digital ini, UMKM baiknya memulai langkah digitalisasi agar daya saing lebih tinggi dan tidak tertinggal daripada milik negara RCEP lainnya.
Tentunya berbagai upaya memaksimalkan peluang ini tidak lepas dari bantuan pemerintah. Negara dinilai perlu menjamin bahwa pekerja perusahaan multinasional yang menempatkan pabrik di Indonesia wajib didominasi oleh warga negara Indonesia dengan hak dan kewajiban yang dijamin undang-undang. Selain itu, pemerintah juga dapat membantu UMKM dalam menyediakan banyak program pelatihan serta mampu menyediakan infrastruktur internet yang dapat mendukung UMKM dalam upaya digitalisasi.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi