Kenaikan tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) kini tengah menjadi isu hangat di kalangan para pengusaha hiburan. Isu mengenai tarif pajak hiburan ini menjadi sorotan karena dinilai terlampau tinggi. Bahkan artis yang juga pengusaha hiburan seperti Hotman Paris dan Inul Daratista mengeluhkan tingginya tarif tersebut. Untuk memahami lebih jelasnya mengenai masalah ini, Konsultanku telah merangkum ulasan mengenai isu pajak hiburan naik beserta respons dari berbagai stakeholders.
Kebijakan Pajak Hiburan di DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara resmi menetapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan minimal sebesar 40%. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditetapkan pada 5 Januari 2024. Perda tersebut merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Secara umum, pajak hiburan adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten/Kota yang pajaknya dibayarkan oleh konsumen sehingga pelaku usaha hanya memungut pajak yang telah ditetapkan. Dalam Perda Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pajak Hiburan, objek dari pajak ini adalah jasa penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran yang meliputi:
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Tontonan film;
Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
Kontes kecantikan;
Pameran;
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Diskotek, karaoke, klub malam dan sejenisnya;
Sirkus, akrobat, dan sulap;
Permainan bilyard dan bowling;
Pacuan kuda dan pacuan kendaraan bermotor;
Permainan ketangkasan;
Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa dan pusat kebugaran (fitness center);
Pertandingan olahraga.
Kebijakan dalam UU HKPD tersebut telah menetapkan pajak hiburan naik 75 persen. Kenaikan PBJT tersebut berlaku dalam kategori jasa hiburan. Dalam Pasal 58 ayat 1, disebutkan tarif PBJT atas makanan dan/atau minuman, jasa perhotelan, jasa parkir, dan jasa kesenian dan hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. Sementara pada ayat 2, disebutkan khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Fakta-Fakta Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen
Polemik mengenai pajak hiburan naik telah menjadi sorotan utama di media sosial belakangan ini. Pasalnya, hal ini menuai protes dari kalangan artis yang memiliki jasa hiburan, seperti Inul Daratista dan pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea. Mengulas isu terkini, berikut adalah fakta-fakta kenaikan pajak hiburan yang dianggap ‘mematikan’ pelaku usaha hiburan.
Pada Rabu (10/1/2024), Hotman melalui unggahan di Instagram @hotmanparisofficial menyampaikan sebuah permintaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Hal ini dimaksudkan untuk menunda pemberlakuan kenaikan tarif pajak hiburan.
Dirinya menilai bahwa tidak ada alasan pemerintah untuk menaikkan pajak daerah untuk saat ini. Pasalnya, kebijakan tersebut justru akan memberatkan para pelaku usaha. Sebab, pengusaha hiburan juga tidak hanya harus membayar pajak hiburan saja, melainkan juga harus membayar pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar 22%.
Hotman juga turut mengungkapkan bahwa tarif pajak hiburan tersebut merupakan terbesar di dunia. Ia turut membandingkan kebijakan kenaikan tarif dengan negara lain yang justru menurunkan pajak hiburannya. Alhasil, para wisatawan mancanegara berbondong-bondong menjadikan negara tersebut sebagai tempat berlibur.
Melalui media sosial X, pedangdut Inul Daratista yang memiliki usaha tempat karaoke juga melayangkan protes terkait isu pajak hiburan naik 75 persen. Inul mengaku heran dengan rencana pemerintah menaikkan tarif pajak hiburan dari 25 persen menjadi 40-75 persen. Pasalnya, kenaikan pajak hiburan itu dinilai terlampau tinggi dan bisa ‘membunuh’ bisnis para pengusaha hiburan.
Pada unggahan Instagramnya, pedangdut kondang itu juga membagikan situasi di salah satu tempat karaokenya yang diakuinya sepi. Menurutnya, kenaikan pajak ini akan berdampak bagi ribuan karyawannya. Pasalnya, karyawan Inul pada tempat usahanya saat ini sudah berkurang jauh akibat pandemi Covid-19.
Oleh sebab itu, Inul meminta pemerintah untuk mengkaji ulang aturan kenaikan pajak itu. Sebab jika kebijakan ini tak dikaji, dikhawatirkan akan ada PHK besar-besaran pada tempat usahanya itu. Melalui unggahannya tersebut, ia mengungkapkan ingin berbincang langsung dengan Sandiaga Uno mewakili Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (ASPERKI) guna membahas polemik pajak hiburan naik.
Merespons berbagai protes yang datang dari pelaku usaha hiburan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) turut memberikan tanggapan. Dikutip dari Kompas.tv, DJP menyatakan bahwa pengaturan besaran PBJT pada dasarnya merupakan kewenangan pemerintah daerah. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU HKPD.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti juga mengungkapkan bahwa pajak hiburan adalah pajak milik pemerintah daerah. Oleh karena itu, besaran pungutan PBJT mutlak ditentukan oleh pemerintah daerah. Sementara pemerintah pusat hanya menentukan besaran minimal dan maksimal pungutan PBJT.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno pun turut menanggapi protes pedangdut dan pengusaha karaoke Inul Daratista terkait pajak hiburan naik 75 persen. Sandi mengatakan, pelaku usaha tidak perlu khawatir dengan kebijakan tersebut karena masih dalam proses judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sandi menegaskan pemerintah tidak ingin mematikan industri parekraf, termasuk industri hiburan. Ia menyatakan bahwa seluruh kebijakan, termasuk pajak akan disesuaikan untuk menguatkan sektor parekraf sehingga dapat menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja. Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa pihaknya siap mendengar masukan dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif untuk kesejahteraan bersama.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan sebesar 40%-75%. Kenaikan tarif pajak hiburan ini pun mendatangkan respons negatif di masyarakat. Meskipun kebijakan tersebut masih dalam proses judicial review, para pelaku usaha jasa hiburan tetap berharap pemerintah menunda pemberlakuan aturan tersebut dan memberikan langkah strategis.
Kenaikan pajak hiburan di DKI Jakarta nyatanya telah menciptakan dinamika baru di sektor hiburan dan menuntut penyesuaian yang tidak mudah bagi masyarakat. Namun, apapun kebijakan yang nantinya diterapkan, Anda sebagai Wajib Pajak tetap harus patuh dalam menjalani kewajiban pajak sesuai dengan aturan yang berlaku. Mengelola urusan pajak, seperti membayar dan mengisi SPT memang bukanlah hal yang mudah. Namun Anda tidak perlu khawatir, Konsultanku hadir membantu Anda dalam memudahkan proses tersebut melalui jasa perhitungan dan pelaporan pajak.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi