Perlakuan Bentuk Usaha Tetap dalam Pajak

Pajak merupakan kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap wajib pajak yang menjalankan usahanya di Indonesia, tak terkecuali perusahaan asing. Sebab, perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia wajib membayar pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT). Bagi para pengusaha yang masih awam terhadap pajak Bentuk Usaha Tetap, ada sejumlah aturan dan ketentuan yang harus dipahami. Pada artikel ini, akan dibahas secara detail tentang pajak BUT, mulai dari definisi, objek pajak Bentuk Usaha Tetap, tarif, dan cara menghitungnya.

an image

 

Apa itu Bentuk Usaha Tetap?

Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan jenis usaha yang digunakan oleh individu yang bukan penduduk Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun, dan badan usaha yang tidak didirikan atau tidak memiliki kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia.

 

Apabila tidak terdapat perjanjian pajak berganda antara Indonesia dengan negara asal perusahaan, maka akan diterapkan batas waktu selama 183 hari dalam satu tahun. Akan tetapi, jika terdapat perjanjian pajak berganda antara Indonesia dan negara asal perusahaan, maka batasan waktu yang berlaku akan mengikuti perjanjian tersebut.

Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

 

Jenis-Jenis Bentuk Usaha Tetap

Usai memahami apa itu Bentuk Usaha Tetap, mari beranjak ke pembahasan mengenai jenis-jenis BUT. Bentuk Usaha Tetap antara lain terdiri dari tiga jenis, yakni perusahaan cabang, bangunan perusahaan, dan bangunan pabrik. Simak penjelasan berikut untuk detail lebih lengkapnya tentang jenis-jenis Bentuk Usaha Tetap.

 

Perusahaan Cabang

Seperti yang telah diketahui, perusahaan cabang merupakan sebutan untuk sebuah kantor yang didirikan untuk memperluas jaringan bisnis. Jika sebuah perusahaan asing mempunyai atau membuka cabang usahanya di Indonesia, maka cabang tersebut dikategorikan sebagai perusahaan tetap. Selayaknya perusahaan pada umumnya, perusahaan cabang tentu menjalankan aktivitas operasional bisnis sehingga memperoleh penghasilan di wilayah Indonesia. Nah, setiap penghasilan yang berasal dari usaha tersebut dikenakan pajak Badan Usaha Tetap.

Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

 

Bangunan Perusahaan

Selain mendirikan cabang, kehadiran bangunan perusahaan komersial secara fisik merupakan salah satu bukti pendirian Bentuk Usaha Tetap perusahaan asing di Indonesia. Bangunan yang dimaksud tidak terbatas pada gedung kantor saja, tetapi juga mencakup l gedung bengkel sebagai anak perusahaan dari bisnis otomotif milik perusahaan asing. Oleh karena itu, semua penghasilannya termasuk dalam kategori kena pajak untuk BUT.

 

Bangunan Pabrik

Jenis Bentuk Usaha Tetap yang terakhir dilihat dari adanya pendirian bangunan pabrik di wilayah Indonesia untuk menunjang kegiatan bisnis perusahaan asing. Perusahaan yang sukses mendirikan pabrik di negara lain melambangkan bahwa perusahaan tersebut sudah besar dan stabil. Oleh karena itu, keberadaan pabrik milik usaha asing dianggap sebagai ciri kegiatan usaha yang permanen dan sudah menghasilkan pendapatan.

 

Dasar Hukum Pengenaan Pajak pada Bentuk Usaha Tetap

Pengenaan pajak terhadap Bentuk Usaha Tetap dilaksanakan dengan merujuk pada Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang menunjukkan bahwa BUT merupakan bentuk badan usaha tetap yang digunakan oleh subjek pajak luar negeri untuk melakukan usaha atau kegiatan di Indonesia.

 

UU Pajak Penghasilan telah mengalami empat kali perubahan, dan UU Nomor 7 Tahun 1983 adalah regulasi utama dari perubahan yang telah dibuat. BUT, yang merupakan subjek pajak luar negeri, termasuk dalam kategori wajib pajak badan yang juga dikenakan pajak penghasilan bersama dengan subjek pajak lainnya seperti orang pribadi, perseroan terbatas (PT), yayasan, BUMN dan BUMD.

 

Apa Saja Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap?

Objek pajak Bentuk Usaha Tetap meliputi penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT itu sendiri, serta dari harta yang dimiliki atau dikuasai BUT. Selain itu, objek pajak tersebut juga mencakup penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT di Indonesia.

 

Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan, juga masuk dalam objek pajak yang dimaksud, seperti yang diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

 

Perlakuan Bentuk Badan Usaha Tetap dalam Pajak

Pada dasarnya, perlakuan Bentuk Usaha Tetap dalam pajak sama halnya dengan wajib pajak dalam negeri. Akan tetapi, BUT tidak dapat menikmati tax treaty di Indonesia. PPh harus dilunasi dengan dua cara yaitu pelunasan pajak tahun berjalan dan pelunasan pajak akhir tahun.

 

Pelunasan pajak tahun berjalan untuk BUT meliputi PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, PPh 26, dan pemotongan atas bunga deposito, tabungan lainnya, transaksi saham, serta harta berupa tanah atau bangunan. Sementara itu, pelunasan pajak akhir tahun dilakukan jika pajak kurang disetor dan terdapat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak dari DJP. Berikut adalah penjelasan lebih lengkapnya.

 

Pelunasan Pajak Tahun Berjalan untuk Bentuk Usaha Tetap

  1. PPh 21 sebagai pemotongan PPh atas pekerjaan, jasa, maupun kegiatan.

  2. PPh 22 sebagai pemungutan PPh atas kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

  3. PPh 23 sebagai pemotongan PPh atas penggunaan harta oleh orang lain, penghasilan modal, jasa, hadiah, serta penghargaan.

  4. PPh 24 sebagai pelunasan PPh di luar negeri.

  5. PPh 26 sebagai pemotongan PPh atas penghasilan terutang wajib pajak luar negeri.

  6. Pemotongan terdiri bunga deposito, tabungan lainnya, transaksi saham, harta berupa tanah atau bangunan.

 

Pelunasan Pajak Akhir Tahun untuk Bentuk Usaha Tetap

  1. Apabila pajak kurang disetor maka menghitung sendiri jumlah pph terutang dalam suatu tahun pajak dan dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun bersangkutan.

  2. Untuk pajak kurang disetor harus sesuai ketetapan pajak atau surat tagihan pajak menurut DJP, jika terdapat bukti jumlah pajak yang tidak sesuai.

 

Di samping ketentuan yang berkaitan dengan pelunasan pajak, terdapat juga aturan lainnya yang berkaitan dengan pemungutan pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT), yakni aturan atribusi, koneksi yang efektif, dan daya tarik. Simak penjelasan lengkap tentang ketiganya di bawah ini!

 

Aturan Atribusi (Attribution Rule)

Aturan retribusi mengatur bahwa penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap akan dikenakan pajak di Indonesia. Sebagai contoh, jika sebuah Bentuk Usaha Tetap bergerak dalam bidang perdagangan, maka semua pendapatan dari kegiatan perdagangan di Indonesia akan dikenakan pajak.

 

Koneksi yang Efektif (Effectively Connected)

Kondisi ini terjadi ketika perusahaan menerima penghasilan pasif, seperti royalti atau pendapatan bunga dari kegiatan Bentuk Usaha Tetapnya di Indonesia. Jika kegiatan tersebut memiliki hubungan efektif, maka akan dianggap sebagai penghasilan yang harus dibayar pajak atas kegiatannya di Indonesia.

 

Daya Tarik (Force of Attraction)

Pendapatan perusahaan asing di Indonesia mencakup seluruh pendapatan yang berasal dari kegiatan usaha sejenis maupun kegiatan usaha kantor pusat. Oleh karena itu, semua pendapatan tersebut harus dihitung dan menjadi kewajiban pajak.

 

Contoh Bentuk Usaha Tetap di Indonesia

Pada Pasal 2 Ayat (5) UU 36/2008, pemerintah menyebutkan bahwa contoh bentuk usaha tetap yang menjadi subjek pajak penghasilan terdiri dari 16 bentuk usaha. Contoh bentuk usaha tetap di Indonesia, yaitu:

  1. Tempat kedudukan manajemen

  2. Cabang perusahaan

  3. Kantor perwakilan

  4. Gedung kantor

  5. Pabrik

  6. Bengkel

  7. Gudang

  8. Ruang untuk promosi dan penjualan

  9. Pertambangan dan penggalian sumber alam

  10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

  11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan

  12. Proyek konstruksi, instalasi, atau perakitan

  13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

  14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas

  15. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia

  16. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet

 

Revisi UU terbaru tentang PPh ini juga menegaskan bahwa bentuk usaha tetap adalah subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Hal ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (1a) yang baru saja ditambahkan dalam pasal 2 antara ayat 1 dan 2.

 

Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) dari BUT, dihitung berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan tersebut. Pasal 6 Ayat (1) UU 36/2008 menjabarkan beberapa jenis biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, antara lain:

  1. Biaya yang terkait langsung atau tidak langsung dengan kegiatan usaha, seperti biaya pembelian bahan, biaya pekerjaan atau jasa, termasuk upah, gaji, biaya perjalanan, dan premi asuransi.

  2. Biaya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak, serta biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun.

  3. Iuran kepada dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

  4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

  5. Kerugian akibat selisih kurs mata uang asing.

  6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.

  7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.

  8. Piutang yang tidak dapat ditagih secara nyata.

  9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

  13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha Tetap

Kini, Anda telah mengetahui ketentuan umum dan perlakuan Bentuk Usaha Tetap dalam pajak. Lantas, bagaimana cara menghitung pajak yang dikenakan pada bentuk usaha tetap? Simak lampiran berikut.

 

bentuk usaha tetap, objek pajak bentuk usaha tetap, bentuk usaha tetap dalam pajak

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang perlakuan Bentuk Usaha Tetap dalam pajak, dapat diperoleh kesimpulan bahwa perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia wajib membayar pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT). Objek pajak Bentuk Usaha Tetap meliputi: 1) penghasilan dari BUT itu sendiri dan 2) harta yang dimiliki atau dikuasai Bentuk Usaha Tetap. Pajak penghasilan yang dikenakan pada sendiri BUT diatur lebih lanjut dalam Pasal 2 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).