Dalam sudut pandang perpajakan, pengeluaran setidaknya terdiri dari dua jenis, yakni deductible dan nondeductible expense. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT), kedua jenis pengeluaran ini harus diperhatikan saat melaporkan SPT. Sebab, perlakuan pajak terhadap deductible dan nondeductible expense sangatlah berbeda.Pada artikel ini, Konsultanku akan membahas perlakuan pajak nondeductible expense bagi Wajib Pajak yang memiliki badan usaha atau bisnis.
Non deductible expense adalah biaya-biaya yang tidak diperbolehkan (tidak dapat) mengurangi penghasilan bruto. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan pada non deductible expense merupakan pengeluaran yang bukan merupakan objek pajak.
Bagi pemilik bisnis, biaya yang termasuk non deductible expense biasanya merupakan pengeluaran bisnis yang tidak terkait secara langsung atau tidak memiliki kepentingan bagi kegiatan usahanya. Biaya ini biasanya berkaitan dengan kepentingan pribadi pemilik bisnis. Contoh non deductible expense adalah pembayaran imbalan dalam bentuk natura, sumbangan, pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemilik, cadangan atau pemupukan dana cadangan, pajak penghasilan, dan biaya lainnya yang tidak diperbolehkan.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Nondeductible expense memiliki beberapa keuntungan, yaitu memudahkan identifikasi biaya apa saja yang timbul dari kegiatan usaha wajib pajak dan memberikan panduan yang lebih sederhana bagi wajib pajak serta otoritas pajak dalam melakukan karakterisasi suatu biaya untuk tujuan pajak.
Berikut adalah kriteria pengeluaran yang termasuk non deductible expense sebagaimana tertera dalam Pasal 9 UU Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen.
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.
Pembentukan dana cadangan, kecuali pembentukan dana cadangan yang dapat dikurangkan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kementerian Keuangan (PMK No.81/PMK.03/2009 dan PMK No.219/PMK.011/2012).
Premi asuransi yang berkaitan dengan kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.
Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Kecuali yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh lembaga amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penghasilan.
Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam menghitung pajak, penghasilan merupakan faktor penting karena dapat menentukan penghasilan kena pajak (PKP). Semakin besar penghasilan yang diperoleh, maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Dalam konteks perlakuan pajaknya, nondeductible expense pada dasarnya tidak mengurangi penghasilan bruto sehingga PKP pun tidak berkurang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nondeductible expense tidak dapat mengurangi kewajiban pajak seseorang.
Meskipun tidak mengurangi PKP dan beban pajak, nondeductible expense tetap menjadi pengeluaran yang harus diperhatikan saat melaporkan SPT PPh. Biaya ini akan dicatat saat koreksi fiskal berlangsung. Koreksi fiskal merupakan kegiatan pencatatan, pembetulan, dan penyesuaian laporan keuangan yang dilakukan wajib pajak. Tujuan dari kegiatan ini adalah menghindari kesalahan dalam penghitungan pajak. Dalam pelaporannya, nondeductible expense akan dicatat pada bagian koreksi positif di dalam SPT Pajak.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi