Bitcoin adalah salah satu bentuk cryptocurrency yang belakangan ini sempat menjadi primadona aset digital. Bagi Anda yang hobi berinvestasi di aset digital, pasti sudah sangat familiar dengan kenaikan harga Bitcoin yang terjadi secara agresif selama beberapa waktu terakhir. Kini harga satu Bitcoin telah mencapai angka ratusan juta rupiah. Kenaikan ini terasa sangat agresif bahkan bisa dikatakan liar, mengingat awal mula nilai Bitcoin terbilang sangat murah, kurang dari seratus rupiah.
Seiring berjalannya waktu, harga Bitcoin terus melonjak. Dalam kurun waktu satu tahun, terhitung sejak hari Kamis (25/2/2020) tahun lalu sampai dengan hari Minggu (21/2/2021) kemarin, satu Bitcoin telah mengalami kenaikan yang cukup drastis hingga sekitar enam kali lipat.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Fenomena ini menjadi daya tarik bagi sebagian investor untuk mendiversifikasi portofolio investasinya ke Bitcoin. Selanjutnya, investor akan menganalisa fluktuasi Bitcoin untuk mencapai target keuntungan yang maksimal serta mengurangi resiko “panik” saat fluktuasi harga menunjukkan penurunan drastis.
Baca Juga : Surat Permintaan Penjelasan Data Keterangan (SP2DK) Pajak
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Bitcoin sebagai Salah Satu Konsep Cryptocurrency
Bitcoin merupakan salah satu konsep atau bentuk dari cryptocurrency dengan teknologi pendukung berupa blockchain yang dioperasikan oleh miners atau yang lebih dikenal dengan sebutan penambang Bitcoin. Cryptocurrency atau kripto adalah simpanan digital yang proses transfernya menggunakan sandi rahasia atau teknik kriptografi. Peredaran kripto tidak dikendalikan oleh satu lembaga atau perusahaan, melainkan dengan server yang terpancar dari berbagai komputer di seluruh dunia. Dengan kata lain, peredaran ini bersifat desentralisasi.
Gagasan cryptocurrency berawal dari sebuah pemikiran yang beranggapan bahwa perputaran uang dalam perekonomian seharusnya bisa dilakukan oleh setiap orang secara independen, tanpa melalui pihak ketiga yang menjadi perantara, seperti bank atau perusahaan penyedia uang digital dan semestinya tidak dapat dimonopoli oleh siapapun.
Kripto menghindari monopoli distribusi yang melakukan pelaksanaan peredaran uang menggunakan suku bunga. Kripto juga menghindari tingginya tarif atau biaya pada proses transfer seperti yang terjadi pada transaksi tradisional pada umumnya. Untuk mendukung hal tersebut, kripto membuat kestabilan jaringan tingkat tinggi yang berfungsi untuk mendokumentasikan setiap transaksi secara otomatis dan transparan. Dengan demikian, semua orang mampu melakukan transfer uang dari atau ke seluruh dunia dalam waktu singkat tanpa memerlukan perantara atau pihak ketiga.
Namun, mata uang kripto seperti Bitcoin terbentur masalah legalitas di beberapa negara. Hal ini disebabkan oleh asas desentralisasi mata uang kripto. Tidak seperti mata uang tradisional pada umumnya, mata uang kripto tidak memerlukan badan regulator atau bank sentral dalam mengatur peredarannya.
Baca Juga : Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Badan
Benturan Hukum dan Pajak Bitcoin
Di Indonesia, Bitcoin berstatus sah untuk diperjual-belikan, namun hanya sebatas komoditas aset digital saja. Beberapa perusahaan telah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) untuk melakukan proses jual-beli Bitcoin. Namun, berdasarkan peraturan Bank Indonesia mengenai kewajiban penggunaan rupiah untuk seluruh transaksi pembayaran di wilayah NKRI, maka status keberadaan Bitcoin tidak dapat diakui sebagai alat pembayaran yang sah.
Kendati demikian, menurut Mitra Konsultan Pajak Konsultanku sekaligus Partner Firma Allrich Associate, Yuli Aldyanti, S.E., ACPA, BKP, apabila terjadi suatu keuntungan transaksi jual-beli maupun investasi terhadap Bitcoin, maka orang pribadi atau badan usaha yang mendapat keuntungan tersebut harus dikenakan pajak. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan ketentuan pajak secara umum.
Jika pelaku investasi tersebut merupakan individu, maka ia dikategorikan ke dalam Wajib Pajak Orang Pribadi, disesuaikan dengan Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi. Aktivitas yang dilakukan perorangan pribadi dalam bentuk trading (kegiatan jual beli dalam jangka waktu singkat) akan dikenakan PPh Final berdasarkan PP No. 23 dengan tarif 0,5% tanpa ketentuan minimal dengan maksimal omzet Rp4,8 miliar per tahun. Ketika omzet sudah melebihi ketentuan maksimal, maka akan dikenakan tarif progresif 5% sampai 30%. Jika keuntungan atas nama perusahaan, maka akan disesuaikan dengan tarif PPh Badan.
Sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, Wajib Pajak harus melaporkan besar keuntungan yang didapat ke dalam Surat Pemberitahuan atau SPT dengan mencantumkan kepemilikan terhadap Bitcoin yang termasuk ke dalam pajak tahunan. Apabila Wajib Pajak lalai dalam melaporkan dan mencantumkan aset kepemilikan beserta keuntungan tersebut, maka Wajib Pajak dapat terancam sanksi berupa denda.
Baca Juga : Meneliti lebih dalam PPN Sembako, setuju kah?
Dari beberapa informasi di atas, apakah Anda tertarik melakukan investasi dengan Bitcoin? Jika iya, cek kembali jenis investasi kripto Anda. Ketahui secara rinci potensi keuntungan, risiko, dan implikasi perpajakannya agar investasi Anda dapat tumbuh optimal.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi