Di tahun 2023 ini, Presiden Jokowi mengusulkan pemungutan cukai pada 2 objek, yakni cukai terhadap rokok elektrik (vape & liquid) dan cukai minuman manis. Lantas, mengapa keduanya diusulkan sebagai objek pungutan cukai dan berapa tarifnya? Simak penjelasan lebih lengkapnya dalam artikel ini!
Cukai merupakan istilah yang mungkin tak asing lagi bagi Anda. Sebelum membahas lebih banyak mengenai usulan pemungutan cukai pada 2023, ada baiknya Anda memahami terlebih dahulu tentang cukai itu sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995, disebutkan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-undang merupakan penerimaan negara guna mewujudkan kesejahteraan, keadilan, dan keseimbangan.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Diketahui hingga tahun 2022, terdapat 4 kelompok barang yang dikategorikan sebagai barang kena cukai di Indonesia. Keempat kelompok barang tersebut adalah:
Etil alkohol atau etanol
Minuman yang mengandung etil alkohol
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Hasil tembakau
Cukai emisi karbon atau pajak karbon (berlaku 2022 sesuai UU HPP)
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, cukai merupakan pungutan yang dikenakan pada barang yang mempunyai sifat dan karakteristik tertentu. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 2007, barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang memiliki sifat atau karakteristik sebagai berikut.
Konsumsinya perlu dikendalikan
Peredarannya perlu diawasi
Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup
Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan di masyarakat
Pemerintah menetapkan ketentuan dan peraturan cukai untuk mendorong pembangunan negeri dan mendukung serta memfasilitasi dan industri. Selain itu, cukai juga berfungsi untuk mengawasi peredaran dan melindungi masyarakat dari perdagangan ilegal maupun masuknya barang berbahaya, seperti narkoba, minuman keras, dan sebagainya.
Lain halnya dengan cukai, pajak adalah kontribusi wajib orang pribadi atau badan kepada negara berdasarkan Undang-Undang dan pelaksanaannya dapat dipaksakan, demi terciptanya kemakmuran rakyat. Pajak pada dasarnya tidak memperhatikan apakah objek yang dikenai pajak itu mungkin dapat berdampak negatif bagi masyarakat atau peredarannya perlu diawasi. Pajak lebih memfokuskan siapa yang perlu dikenai pajak dan atas objek apa orang tersebut dikenai pajak.
Hasil dari penerimaan pajak biasanya difungsikan sebagai anggaran untuk melakukan pembangunan nasional, seperti menyediakan fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pelayanan publik lainnya. Hal tersebut berguna untuk mengatur kebijakan perekonomian suatu negara, menjaga keseimbangan perekonomian, serta membuka lapangan pekerjaan dalam rangka redistribusi pendapatan.
Seperti yang sudah disebutkan, hingga tahun 2022, terdapat empat golongan barang yang dikenai cukai. Pada 2023 ini, pemerintah memberlakukan aturan baru terkait cukai, yaitu penambahan rokok elektrik (liquid) dan minuman manis sebagai barang yang dikenai cukai. Lalu, apa tujuan pungutan pajak terhadap dua barang tersebut dan berapa tarif cukainya?
Rokok merupakan salah satu barang yang dikenai cukai karena tergolong sebagai kelompok barang hasil tembakau. Dengan adanya pengenaan cukai pada rokok, harga rokok pun mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut pun diharapkan dapat membatasi penggunaan rokok di kalangan masyarakat.
Selain rokok konvensional yang mengandung tembakau, muncul pula terobosan baru yang dikenal sebagai "rokok elektrik". Dilansir dari Kementerian Kesehatan, rokok elektrik adalah sebuah alat yang berfungsi seperti rokok, tetapi tidak menggunakan daun tembakau, melainkan mengubah cairan menjadi uap yang dihisap oleh perokok ke dalam paru-paru.
Produk inovasi ini memiliki harga yang lebih terjangkau dan diklaim lebih aman daripada rokok biasa karena tidak mengandung tembakau. Terlepas dari harganya yang terjangkau, rokok elektrik pada dasarnya sama berbahayanya dengan rokok konvensional.
Meskipun tidak menggunakan pembakaran tembakau, kandungan nikotin, glikol, dan diasetil dalam rokok elektrik dapat membahayakan kesehatan manusia. Maraknya penggunaan benda yang berisiko bagi kesehatan itu pun membuat rokok elektrik diusulkan sebagai barang yang dikenakan tarif cukai tambahan.
Di pasaran, rokok elektrik sering diistilahkan dengan vapour, vape, e-cig, e-juice, e-liquid hingga personal vaporizer. Keenam produk tersebutlah yang tergolong dalam barang pungutan cukai. Ada beberapa merek besar rokok elektrik yang beredar di Indonesia, seperti SMOK, Uwell, dan iSwitch. Sementara itu, untuk jenis liquid yang kerap dikonsumsi adalah merek Oat Drip, American Breakfast, hingga My Oats.
Dengan adanya penyesuaian tarif rokok elektrik hingga 15%, terdapat peluang besar harga vape maupun liquid akan melonjak di masa mendatang. Berikut ini adalah taksiran harga rokok elektrik dengan penambahan tarif cukai terbaru.
Sebagai catatan, penghitungan harga rokok elektrik di atas didasarkan pada rata-rata harga jual rokok elektrik yang dijual di e-commerce lokal. Harga yang dicantumkan merupakan harga vape isi ulang, bukan harga kit dari rokok elektrik secara keseluruhan.
Belum lama ini, media sosial dihebohkan dengan postingan dari konsumen Es Teh Indonesia yang menilai produk dari merek tersebut terlalu manis. Es Teh Indonesia kemudian melayangkan somasi terhadap konsumen tersebut karena keberatan dengan kritik yang dianggap kurang baik.
Munculnya kasus tersebut seolah mengingatkan publik akan rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang akan menerapkan pajak Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Rencana yang sudah bergulir sejak 2016 ini diperkirakan dapat diimplementasikan pada tahun 2023.
Alasan utama munculnya rencana tersebut adalah data klaim pasien BPJS yang menunjukkan bahwa penderita diabetes menduduki posisi keempat sebagai pengklaim BPJS terbanyak. Selain itu, pemerintah juga menyoroti angka penderita diabetes di Indonesia yang telah mencapai 10,7 juta orang. Melihat data tersebut, pemerintah menilai bahwa konsumsi terhadap MBDK harus dikendalikan karena memiliki dampak negatif bagi kesehatan masyarakat.
Dilansir dari CNBC Indonesia, pada Februari 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan kepada Komisi XI DPR RI bahwa potensi penerimaan dari cukai MBDK dapat mencapai Rp6,25 triliun. Saat itu, Sri Mulyani juga memberi usulan mengenai tarif cukai untuk produk minuman manis. Untuk teh kemasan dapat dikenakan tarif sebesar Rp1.500,00 per liter. Data Kemenkeu mencatat produksi teh kemasan mencapai 2.191 juta liter per tahun sehingga potensi penerimaannya dapat mencapai Rp2,7 triliun.
Sementara itu, minuman karbonasi diberi tarif cukai sebesar Rp 2.500,00 per liter. Dengan produksi yang mencapai 747 liter per tahun, potensi penerimaannya mencapai Rp 1,7 triliun. Energy drink, kopi, dan lainnya pun dikenakan tarif Rp2.500,00 per liter. Produksinya per tahun mencapai 808 juta liter sehingga diperoleh total potensi penerimaan sebesar Rp1,85 triliun. Jika hitungan dari setiap jenis MBDK itu dijumlahkan, totalnya mencapai Rp6,25 triliun. Jumlah yang fantastis ini memperlihatkan sebuah potensi yang baik atas pengenaan cukai pada produk MBDK.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi