Behavioral Finance: Definisi, Konsep, Bias, dan Pengaruhnya dalam Pengambilan Keputusan Investasi

Pada dasarnya, seorang investor memiliki tuntutan besar untuk dapat mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Dalam berinvestasi, ada banyak faktor yang melatarbelakangi pengambilan keputusan tersebut, salah satunya adalah bias dalam behavioral finance. Nah, sebenarnya apa itu behavioral finance dan bagaimana hal tersebut memengaruhi pengambilan keputusan investasi?

an image

 

Apa yang Dimaksud Behavioral Finance?

Behavioral finance adalah suatu kajian atau studi yang meyakini bahwa ada pengaruh psikologis yang memengaruhi investor dalam pengambilan keputusan investasi. Kajian ini pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Daniel Kahneman dan Amos Tversky serta ekonom Robert J. Shiller pada sekitar tahun 1970–1980an.

 

Behavioral finance theory menunjukkan bahwa investor tidak selalu bersikap rasional saat mengambil suatu keputusan. Mereka juga memiliki batasan pengendalian diri dan sering kali dipengaruhi oleh subjektivitas dalam pengambilan keputusan investasi.

Baca Juga:
Perusahaan Tidak Membayar Gaji Karyawan Boleh Dilaporkan ke Disnaker, Bagaimana Caranya?
Apa Itu PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)
Jenis-jenis Laporan Keuangan
Cara Membuat Buku Besar Perusahaan Dagang, Lengkap dengan Contoh

 

Salah satu aspek dari behavioral finance adalah munculnya bias akibat pengaruh psikologis dalam pengambilan keputusan investasi. Bias dalam behavioral finance ini dapat mengaburkan informasi penting yang berpotensi menguntungkan investor. Oleh karena itu, sebagai investor, Anda perlu memahami behavioral finance agar tidak bias dalam menentukan pilihan investasi. Dengan demikian, Anda bisa mendapatkan keuntungan yang lebih optimal dalam investasi tersebut.

 

5 Konsep Utama Behavioral Finance

Dalam behavioral finance, bias dapat muncul karena berbagai alasan. Oleh karena itu, dibuatlah konsep behavioral finance untuk menganalisis penyebab dan dampak dari kemunculan bias tersebut. Berikut adalah 5 konsep dasar behavioral finance.

Baca Juga:
Hi sahabat Konsultanku, KonsultanKu
Pentingkah Laporan Keuangan untuk UKM?
Tips Siapkan Dana Darurat
Liburan Asik dengan Budget Terjangkau

 

1. Mental Accounting

Mental accounting mengacu kepada kecenderungan seseorang untuk menyimpan dan mengalokasikan uang untuk tujuan tertentu. Dalam behavioral finance, kecenderungan ini dapat menyebabkan seseorang mengalokasikan jumlah uang yang sama untuk nilai atau value yang berbeda.

 

Perbedaan pengalokasian dana ini dapat berdampak pada ketidakteraturan aktivitas keuangan. Dalam rangka menyeimbangkan mental accounting, banyak profesional pun menyarankan untuk menetapkan nilai yang sama untuk jumlah aset yang sama serta mengenali bias dalam pengambilan keputusan.

 

2. Herd Behavior

Dalam behavioral finance, herd behavior adalah kecenderungan individu untuk mengikuti atau meniru perilaku keuangan seseorang yang ada sekitarnya. Contohnya adalah mengikuti teman membeli saham tertentu tanpa melakukan analisis individu sebelumnya. Berinvestasi tanpa melakukan riset secara mandiri tentu akan membahayakan Anda. Untuk menghindari bahaya dari herd behavior, Anda harus melakukan riset dan analisis serta mengenali risiko yang ada sebagai bentuk perencanaan yang baik.

 

3. Emotional Gap

Emotional gap atau kesenjangan emosi mengacu pada pengambilan keputusan investasi yang dipengaruhi oleh emosi yang kuat. Adanya pengaruh emosi ini sering kali menjadi alasan utama mengapa investor membuat pilihan yang tidak rasional.

 

Keputusan investasi yang didasarkan pada pengaruh emosi biasanya terjadi karena mengikuti tren tertentu atau pengaruh lainnya yang terjadi di sekitarnya. Untuk menghindari hal ini, para pakar menyarankan untuk tidak latah dalam menghadapi tren yang kerap muncul dan tetap berada pada perencanaan keuangan jangka panjang yang memiliki dasar rasional.

 

4. Anchoring

Anchoring dalam behavioral finance mengacu pada standar atau harga patokan yang memiliki pengaruhi tinggi dalam pengambilan keputusan. Anchoring akan menyebabkan seseorang hanya terpaku pada satu standar dan mengabaikan faktor lain. Misalnya, seseorang berinvestasi saham sebesar Rp10 juta. Dengan demikian, ia akan menggunakan harga pembelian saham tersebut sebagai referensi untuk nilai saham tersebut.

 

5. Self-attribution

Self-attribution adalah kecenderungan seseorang untuk mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri. Dalam konsep ini, seseorang cenderung menganggap bahwa pengetahuan mereka lebih tinggi dibanding yang lain. Bias yang ada dalam konsep ini dapat membawa investor pada keputusan yang salah. Hal ini dapat diatasi dengan cara berkonsultasi dengan profesional terkait faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap pengambilan keputusan investasi.

 

Pengaruh Behavioral Finance terhadap Pengambilan Keputusan Investasi

Saat ini, behavioral finance telah menjelma jadi bagian penting dalam proses pengambilan keputusan investasi. Keputusan yang diambil sering kali tidak hanya didasarkan pada peninjauan ulang terhadap aset investasi yang dimiliki, tetapi sudah ada keterlibatan psikologis di dalamnya.

 

Contoh dari keterlibatan tersebut, seorang investor cenderung untuk menjual saham yang sudah terlihat profitnya meski masih sedikit dan menahan saham yang harganya masih rendah. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat menghindari kerugian apabila harga saham tersebut sewaktu-waktu jatuh.

 

Kasus tersebut memperlihatkan karakteristik investor yang tidak mau rugi. Secara impulsif tanpa mempertimbangkan hal lain, ia pun segera mengambil keputusan yang berpengaruh besar terhadap investasinya. Apa yang diputuskannya pun hanya berdasarkan pada kekhawatirannya apabila saham tersebut nilainya turun.

 

Dari kasus tersebut, dapat diketahui bahwa pengambilan keputusan investasi sangat mengacu pada aspek psikologis dari investor tersebut. Keputusan investasi yang diambil atas pengaruh psikologis sangat berpotensi menimbulkan bias. Kemunculan bias inilah yang dapat mengaburkan aspek lain yang penting sehingga keputusan investasi yang diambil berpotensi merugikan investor itu sendiri.

 

Dalam kondisi ini, investor mungkin saja menyadari bahwa melibatkan psikologis dalam mengambil keputusan mungkin akan mengarahkan kepada keputusan yang bias. Namun, investor pun tidak terlalu mempersoalkan fakta tersebut karena mereka memiliki keyakinan besar akan kemampuan dirinya melebihi pertimbangan risiko yang seharusnya diperhitungkan.

 

Inilah pentingnya behavioral finance dalam kegiatannya memengaruhi keputusan investasi yang diambil. Kajian tentang behavioral finance tidak hanya bertujuan untuk memahami pengaruh bias dalam pengambilan keputusan investasi dan dampaknya pada keputusan akhir. Dengan memahami behavioral finance, Anda diharapkan dapat berpikir rasional untuk menentukan pilihan investasi Anda tanpa ada pengaruh bias.

 

Jika Anda dapat mengidentifikasi bias dan menghindarinya, Anda mungkin juga dapat meminimalisir kesalahan investasi. Dengan demikian, nilai investasi Anda pun akan meningkat. Inilah pengaruh lain dari behavioral finance yang bisa Anda manfaatkan dalam pengambilan keputusan investasi.

 

6 Bias dalam Behavioral Finance

Pengambilan keputusan yang didasarkan pada aspek psikologis akan mendorong investor melahirkan keputusan yang bias. Untuk menghindari hal tersebut, Anda tentu perlu mengenali bias-bias yang terdapat dalam behavioral finance. Berikut adalah penjelasan selengkapnya.

 

1. Confirmation Bias

Confirmation bias atau bias konfirmasi adalah kondisi di mana keputusan yang diambil dipengaruhi oleh apa yang telah dipercayai sejak awal. Saat mengalami bias ini, investor biasanya akan mencari informasi yang mendukung pendapatnya dibandingkan melakukan riset dengan benar.

 

2. Experiential Bias

Experiential bias atau biasa juga disebut availability bias adalah kondisi saat seorang investor membiarkan hal yang baru-baru ini terjadi memengaruhi keputusan yang mereka ambil, sekalipun itu irasional.

 

3. Loss Aversion

Bias loss aversion dalam behavioral finance terjadi saat investor lebih memikirkan kerugian daripada kepuasan atau keuntungan dalam berinvestasi. Dengan kata lain, investor akan lebih berusaha untuk mempertahankan investasi demi menghindari kerugian dibanding menghasilkan keuntungan.

 

4. Familiarity Bias

Familiarity bias menunjukkan kecenderungan investor untuk melakukan investasi pada perusahaan atau aset yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir risiko. Jika ingin mendapatkan hasil investasi yang beragam dan menguntungkan, Anda perlu menghindari bias ini.

 

5. Hindsight Bias

Hindsight bias dalam behavioral finance adalah jenis bias yang mendorong investor untuk menganggap dirinya adalah pihak terbaik dalam mengambil keputusan karena keuntungan yang berhasil didapatkan sebelumnya. Padahal, keuntungan yang diperoleh bisa saja merupakan keberuntungan semata.

 

6. Heuristic Simplification

Bias ini merupakan contoh dari cognitive bias yang menyebabkan para investor terlalu menyederhanakan proses pengambilan keputusan mereka. Pengaruh dari bias ini adalah dapat melahirkan keputusan yang tidak akurat dan tidak lengkap karena kurangnya informasi data dan analisis yang mendukung.

 

Itulah pembahasan tentang behavioral finance dalam pengambilan keputusan investasi. Satu hal yang penting dalam mengambil keputusan investasi adalah menghindari bias investor itu sendiri. Cara terbaik untuk menghindari bias tersebut adalah dengan membaca dan menganalisis informasi mengenai suatu perusahaan. Dengan analisis tersebut, investor dapat mengetahui potensi keuntungan atau kerugian dari perusahaan tersebut serta meyakinkan diri dalam pengambilan keputusan investasi.

 

behavioral finance, behavioral finance adalah, behavioral finance theory

behavioral finance, behavioral finance adalah, behavioral finance theory

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi