Djoko Siswanto sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan bahwa insentif hulu migas ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu berupa pajak dan non pajak. Kewenangan untuk menentukan insentif berupa pajak ada di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ujarnya dalam wawancara CNBC Indonesia, Senin 21/06/2021).
Baca Juga : Cristiano Ronaldo, Mungkinkan Ini Alasan CR7 Pindah ke Italia?
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Dia juga berpendapat untuk insentif hulu migas, menurutnya Kementerian ESDM boleh saja mengusulkan besaran pajak baru industri hulu migas. Untuk menarik minat investor pajak dapat dibulatkan menjadi 50 persen atau setengahnya setelah sebelumnya besarannya hanya sekitar 40 sampai 45 persen.
Baginya, untuk besaran pajak dapat mencontoh negara lain yang diterapkan di Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract). Kemudian negara yang memberlakukan pajak paling sedikit besarannya itu dijadikan pedoman.
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
“Seperti yang telah dilakukan oleh Malaysia Petronas, split-nya di lelang, kontraktor yang tawarkan split, kemudian yang paling besar bagi negara itulah pemenang lelangnya” tambah Djoko.
Selanjutnya, untuk Komitmen Kerja Pasti (KKP) juga dapat dilelang. Pada contohnya ada kontraktor yang melakukan seismik 100 km dan lainnya 50 km, artinya 100 km inilah yang menang. Kemudian pada contohnya untuk penawaran pengeboran empat sumur dan dua sumur, maka yang mengebor empat sumur ini yang menang.
Baca Juga : SAK EMKM, Laporan Keuangan Untuk UMKM
Terakhir, dia juga menyarankan untuk menghapus pajak-pajak lain yang ada di dalam PSC, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lain, sehingga hanya satu pajak saja yang ada dalam kontrak. Kemudian pajak ini dihitung setelah ada keuntungan.
“Sebelum ada profit, pajak-pajak lain dihapus, intinya bagaimana kita dapat terapkan fiscal term lebih baik dari negara lainnya yang produksi minyak dan gas. Mana negara yang paling kecil terapkan pajak, simple pajak, baik split-nya. Dari situ ditiru saja kalau sudah lalu di praktekan, saya yakin investor akan datang ke Indonesia.” Jelas Djoko Siswanto pada 21/02/2021.
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi