Piutang Macet dan Perlakuannya dalam Pajak

Piutang macet merupakan salah satu jenis piutang dalam bisnis yang tidak dapat ditagih meski sudah dilakukan usaha semaksimal mungkin untuk melakukan penagihan. Dalam akuntansi, kondisi ini wajar terjadi dan dicatatkan dalam laporan keuangan. Piutang macet dalam pajak sendiri dapat menjadi pengurang untuk menghitung penghasilan kena pajak. Lantas bagaimana perlakuan piutang macet dalam pajak? Berikut, Konsultanku telah merangkum pembahasannya di bawah ini.

an image

Apa itu Piutang Macet?

Piutang macet adalah utang seseorang kepada perusahaan Anda untuk suatu transaksi, tetapi piutang tersebut tidak bisa dibayarkan meski perusahaan telah melakukan penagihan. Berdasarkan PMK 207/2015, yang dimaksud piutang macet adalah:

  1. piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya

  2. piutang yang tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak,

  3. tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

    Baca Juga:
    Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
    Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
    Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
    Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

 

Piutang macet atau piutang tak tertagih juga kerap disebut sebagai bad debts. Hal ini merupakan dampak dari kredit macet atau penagihan berulang kali tanpa hasil. Kredit macet dapat terjadi karena sejumlah alasan berbeda. Pertama, pelanggan mungkin tidak punya uang untuk membayar utang mereka. Alasan lain, pelanggan mungkin tidak senang dengan produk atau layanan Anda dan menolak untuk membayar. Terlepas dari alasannya, terlalu banyak kredit macet tentu dapat melumpuhkan bisnis.


Perlakuan Piutang Macet dalam Pajak

Didalam pasal 6 ayat 1 huruf h UU No 36 tahun 2008 (UU PPh) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak. Merujuk pada pasal tersebut, Wajib Pajak dapat membebankan biaya piutang macet dalam pajak dengan syarat:

Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial

  2. Wajib Pajak menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, baik dalam bentuk hard copy (dilampirkan SPT Tahunan) dan soft copy

  3. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut: (pilih salah satu)

  1. telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;

  2. terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;

  3. telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya); atau

  4. adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.

 

Untuk membebankan biaya piutang macet dalam pajak, Wajib Pajak perlu menyiapkan daftar nominatif. Daftar nominatif piutang macet ini perlu mencantumkan identitas debitur berupa:

  1. Nama;

  2. NPWP;

  3. Alamat;

  4. Jumlah plafon utang yang diberikan; dan

  5. Jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.

 

Sebagai catatan, NPWP tidak perlu dicantumkan apabila piutang tak tertagih berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50 juta, baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur. Selain data identitas di atas, daftar nominatif juga harus dilampiri dengan salah satu dokumen berikut:

  1. Fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke pengadilan negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;

  2. Fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang usaha yang telah dilegalisasi oleh notaris;

  3. Fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus; atau

  4. Surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan yang disetujui oleh kreditur tentang penghapusan piutang untuk jumlah utang tertentu, yang disetujui oleh kreditur.


Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang macet dalam pajak dapat dibebankan sepanjang telah memenuhi syarat pada Pasal 6 ayat (1) UU PPh dan membuat daftar nominatif. Apabila syarat tidak terpenuhi, biaya tersebut harus dilakukan koreksi fiskal positif.

 

Memahami perlakuan piutang macet dalam pajak merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Pasalnya biaya piutang macet yang dibebankan akan mengurangi penghasilan bruto sehingga dapat meminimalkan penghasilan kena pajak perusahaan. Dalam proses tersebut, Anda perlu menyampaikan daftar piutang macet dan bukti atau dokumen pendukung bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan. Untuk memudahkan Anda dalam proses ini, Anda bisa menggunakan jasa penghitungan dan pelaporan pajak dari Konsultanku.

 

piutang macet, piutang macet dalam pajak

piutang macet, piutang macet dalam pajak

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi