Keterangan Saksi terhadap Kasus Wajib Pajak di Jalur Hukum

Apa jadinya bila Anda sebagai Wajib Pajak dibawa ke jalur hukum karena suatu hal terkait pekerjaan atau kewajiban perpajakan? Namun, perlu diingat. Anda bisa saja bukan menjadi pihak yang dituntut atau menuntut, melainkan menjadi saksi dalam suatu kasus.

an image

 

 

Keterangan Saksi terhadap Kasus Wajib Pajak di Jalur Hukum

Yang menjadi persoalan adalah bahwa segala perkara yang dibawa ke jalur hukum dapat berbuntut panjang dan berdampak buruk bagi siapapun yang dituntut, menuntut, atau bahkan yang menjadi saksi. Oleh karena itu, apabila sebagai saksi, bukti yang diberikan haruslah benar dan jujur. 

Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

 

Ketika perkara Wajib Pajak dibawa ke badan hukum, ada beberapa pihak yang dapat/mungkin akan dipanggil sebagai saksi. Pihak-pihak tersebut antara lain dapat berprofesi sebagai pejabat pemerintah, tenaga ahli, atau saksi yang memiliki kontak hubungan dengan Wajib Pajak terkait perkara yang terjadi. Untuk mengetahui ketentuan yang berlaku, kita harus membaca UU KUP   pasal 34, 35, dan 35A terlebih dahulu. Isi pasal-pasal ini beserta penjelasannya dikutip dari dokumen Kementerian Keuangan. Mari simak dengan saksama!

 

Baca juga:  Wewenang Pemeriksaan Wajib Pajak Oleh Kantor Pajak

Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

 

Pasal 34: Ketentuan Bagi Lembaga, Pejabat Pemerintah, Dan Tenaga Ahli

Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 

 

Setiap pejabat, baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak yang menyangkut masalah perpajakan, antara lain: 

  1. Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak; 

  2. data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan; 

  3. dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia; 

  4. dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan.

 

Larangan ini berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 

 

Para ahli, seperti ahli bahasa, akuntan, dan pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan adalah sama dengan petugas pajak yang dilarang pula untuk mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada pasal ini.

 

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal ini adalah: 

  1. pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau 

  2. pejabat dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.

 

Keterangan yang dapat diberitahukan adalah identitas Wajib Pajak dan informasi yang bersifat umum tentang perpajakan identitas Wajib Pajak meliputi: 

  1. nama Wajib Pajak; 

  2. Nomor Pokok Wajib Pajak; 

  3. alamat Wajib Pajak; 

  4. alamat kegiatan usaha; 

  5. merek usaha; dan/atau 

  6. kegiatan usaha Wajib Pajak. 

 

 

Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi: 

  1. penerimaan pajak secara nasional; 

  2. penerimaan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak; 

  3. penerimaan pajak per jenis pajak; 

  4. penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha; 

  5. jumlah Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak terdaftar; 

  6. register permohonan Wajib Pajak; 

  7. tunggakan pajak secara nasional; dan/atau 

  8. tunggakan pajak per Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau per Kantor Pelayanan Pajak.

 

Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga ahli supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk. 

 

Untuk kepentingan negara, misalnya dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka mengadakan kerja sama dengan instansi pemerintah lain, keterangan atau bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 

 

Dalam surat izin yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan harus dicantumkan nama Wajib Pajak, nama pihak yang ditunjuk, dan nama pejabat, ahli, atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberikan keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak. Pemberian izin tersebut dilakukan secara terbatas dalam hal-hal yang dipandang perlu oleh Menteri Keuangan.

 

Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada pasal ini, untuk memberikan dan memperlihatkan bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. 

 

Untuk melaksanakan pemeriksaan pada sidang pengadilan dalam perkara pidana atau perdata yang berhubungan dengan masalah perpajakan, demi kepentingan peradilan, Menteri Keuangan memberikan izin pembebasan atas kewajiban kerahasiaan kepada pejabat pajak dan para ahli sebagaimana dimaksud pada pasal ini atas permintaan tertulis hakim ketua sidang.

 

Permintaan hakim harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.

 

Pasal ini merupakan pembatasan dan penegasan bahwa keterangan perpajakan yang diminta hanya mengenai perkara pidana atau perdata tentang perbuatan atau peristiwa yang menyangkut bidang perpajakan dan hanya terbatas pada tersangka yang bersangkutan.

 

Baca juga: Penyegelan Aset Wajib Pajak

 

 

Pasal 35: Ketentuan Pemeriksaan Pihak Ketiga

Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta. 

 

Untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, atas permintaan tertulis Direktur Jenderal Pajak, pihak ketiga yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak atau penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan harus memberikan keterangan atau bukti-bukti yang diminta.

 

Yang dimaksud dengan “konsultan pajak” adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa konsultasi kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

 

Dalam hal pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan. 

 

Untuk kepentingan perpajakan, pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.

 

Tata cara permintaan keterangan atau bukti dari pihak-pihak yang terikat oleh kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

 

Baca juga:  Ketentuan Menjadi Perwakilan Wajib Pajak Pribadi Atau Badan

 

 

Pasal 35A: Ketentuan Menghimpun Data dan Informasi Pajak 

Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2). 

 

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.

 

Dalam rangka pelaksanaan ketentuan ini, sumber, jenis, dan tata cara penyampaian data dan informasi kepada Direktorat Jenderal Pajak diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada pasal ini tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

 

Apabila data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang diberikan oleh instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain belum mencukupi, untuk kepentingan penerimaan negara, Direktur Jenderal Pajak dapat menghimpun data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan sehubungan dengan terjadinya suatu peristiwa yang diperkirakan berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dengan memperhatikan ketentuan tentang kerahasiaan atas data dan informasi dimaksud. 

 

Ketentuan-ketentuan ini perlu diperhatikan agar kita dapat memahami batas-batas wewenang dari setiap pihak yang terlibat dalam kasus Wajib Pajak.

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi