Sebagai perusahaan yang sedang berkembang, ada saatnya bagi anda untuk mengembangkan suatu usaha dengan cara menyatukan dua entitas perusahaan yang berbeda dalam rangka menambah kapasitas perusahaan ke arah yang lebih baik.
Penggabungan dua entitas perusahaan menjadi satu ini, biasa dikenal dengan sebutan merger dan consolidation.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Penggabungan lewat merger dan consolidation dilakukan apabila dua perusahaan atau lebih bergabung menjadi satu perusahaan yang lebih besar dimana salah satu perusahaan tersebut melanjutkan operasinya sedangkan perusahaan yang lain dibubarkan atau apabila dua perusahaan bergabung menjadi satu perusahaan baru yang akan melanjutkan operasinya dan perusahaan lama yang bergabung dibubarkan.
Metode pencatatan akuntansi pajak dari penggabungan ini dapat dilakukan melalui Purchase atau juga melalui Pooling of Interest.
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Baca Juga : 2 Metode Penghitungan Tarif Penyusutan Pajak Penghasilan
Meskipun tidak mudah, ada beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan merger. Menurut Glints, merger adalah hal yang sering terjadi karena membawa banyak keuntungan, yakni:
1. Sinergi
Dua perusahaan yang melakukan merger akan membawa keuntungan lebih banyak terhadap para shareholder-nya. Biasanya, sinergi bisa diraih dengan cara merger.
Hal ini akan meningkatkan nilai bisnis yang baru dibentuk setelah penggabungan dilakukan. Sinergi adalah hal penting yang diperoleh perusahaan hasil merger jika dapat bekerja dengan kompak.
Ada dua jenis sinergi, yaitu sinergi pendapatan dan biaya. Sinergi pendapatan adalah sinergi yang meningkatkan pendapatan perusahaan berkat ekspansi pasar, diversifikasi produksi, aktivitas litbang, dan lain-lain.
Sementara, sinergi biaya adalah terwujudnya struktur biaya yang lebih rendah berkat merger yang meningkatkan skala ekonomi, membuka akses pada teknologi baru, dan eliminasi biaya-biaya tertentu.
2. Diversifikasi
Merger adalah salah satu cara yang biasa dilakukan pebisnis untuk melakukan diversifikasi. Sebuah perusahaan bisa melakukan diversifikasi operasi bisnis dengan memasuki pasar baru dan menawarkan produk atau jasa baru. Hal ini juga termasuk manajemen risiko untuk menurunkan kemungkinan rugi dalam operasi perusahaan.
3. Akuisisi aset
Merger juga dapat dilakukan dengan tujuan mendapatkan aset tertentu yang sulit diperoleh dengan metode lain. Biasanya, hal ini terkait teknologi.
4. Meningkatkan kapasitas finansial
Jika kapasitas finansial sebuah perusahaan kurang baik untuk mendukung operasi bisnis, merger adalah jalan yang bisa ditempuh untuk mengatasinya.
5. Pajak
Sebuah perusahaan yang memperoleh pendapatan kena pajak yang besar bisa melakukan merger dengan perusahaan yang memiliki kompensasi atas kerugian pajak yang cukup besar.
Ketika keduanya sudah bergabung, total kewajiban pajak perusahaan yang dikonsolidasi menjadi lebih rendah dibanding kewajiban pajak perusahaan saat berdiri secara independen.
Baca Juga : Amortisasi Pajak Harta Tak Berwujud dan Metode Perhitungannya
Pada Pasal 10 ayat 2 Undang-Undang no 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, disebutkan bahwa harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual-beli harta yang baik dipengaruhi hubungan istimewa ataupun tidak dipengaruhi hubungan istimewa adalah jumlah perhitungan yang sesungguhnya atau seharusnya dikeluarkan atau diterima.
Ketentuan ini mengatur tentang cara penilaian harta termasuk persediaan, dalam rangka menghitung penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta dalam perusahaan, menghitung keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan penghitungan penghasilan dari penjualan barang dagangan.
Pada umumnya, dalam jual beli harta, harga perolehan harta bagi pihak pembeli adalah harga yang sesungguhnya dibayar dan harga penjualan bagi pihak penjual adalah harga yang sesungguhnya diterima.
Termasuk dalam harga perolehan adalah harga beli dan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh harta tersebut, seperti bea masuk, biaya pengangkutan dan biaya pemasangan.
Adanya hubungan istimewa antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Pada Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang no 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan, nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
Pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, penilaian harta yang dialihkan dilakukan berdasarkan harga pasar. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka likuidasi usaha atau sebab lainnya.
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak.
Baca Juga : Harga Perolehan dan Nilai Perolehan Pajak
Contoh:
PT A dan PT B melakukan peleburan dan membentuk badan baru, yaitu PT
C. Nilai sisa buku dan harga pasar harta dari kedua badan tersebut adalah
sebagai berikut:
PT A | PT B | |
Nilai Sisa Buku | Rp200.000.000,00 | Rp350.000.000,00 |
Harga Pasar | Rp300.000.000,00 | Rp450.000.000,00 |
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta. Dengan demikian PT A mendapat keuntungan sebesar Rp100.000.000,00 (Rp300.000.000,00 - Rp200.000.000,00) dan PT B mendapat keuntungan sebesar Rp 150.000.000,00 (Rp450.000.000,00 - Rp300.000.00,00). Sedangkan PT C membukukan semua harta tersebut dengan jumlah Rp750.000.000,00 (Rp300.000.000,00 + Rp450.000.000,00).
Namun dalam rangka menyelaraskan dengan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, investasi, moneter dan kebijakan lainnya, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan nilai lain selain harga pasar, yaitu atas dasar nilai sisa buku (“pooling of interest”). Dalam hal demikian PT C membukukan penerimaan harta dari PT A dan PT B tersebut sebesar Rp500.000.000,00 (Rp200.000.000,00 + Rp300.000.000,00).
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi