Perbedaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh)

Jika kita sudah memiliki penghasilan sendiri maka pengeluaran dan segala tanggungan menjadi tanggung jawab masing-masing, termasuk soal pajak. Apabila kita membeli sesuatu maka ada pajak yang harus ditanggung. Tidak hanya itu, penghasilan kita pun akan dikenakan pajak juga lho. Kedua jenis pajak yang wajib diketahui oleh Wajib Pajak di usia produktif adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Mari simak penjelasan kedua jenis pajak ini agar lebih memahami perbedaanya. 

an image

 

Baca juga: Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 : Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

 

Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22

 

Pajak Penghasilan (PPh)

Mengutip dari peraturan Kementerian Keuangan, Pajak Penghasilan atau PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (Wajib Pajak) berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) diatur dalam UU PPh.

 

Subjek PPh

Ketentuan umum subjek pajak yang dapat dikenai PPh yakni orang pribadi; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak; Badan; dan bentuk usaha tetap.

Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian

 

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Subjek PPh dibagi lagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan luar negeri.

 

Subjek Pajak Dalam Negeri

a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 

  1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 

  2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

  3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan

  4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

 

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

 

Subjek Pajak Luar Negeri

a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

 

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

 

Pengecualian Subjek Pajak

a. kantor perwakilan negara asing;

 

b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

 

c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat:

- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan

- tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;

 

d. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

 

 

 

Objek Pajak Penghasilan

Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau didapat oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

 

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;

c. laba usaha;

d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

  1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

  3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

  4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

  5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;

 

e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. premi asuransi;

o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.

 

Pajak Penghasilan Final

a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

b. penghasilan berupa hadiah undian;

c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

e. penghasilan tertentu lainnya,

yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

 

Pengecualian Objek Pajak Penghasilan

a. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan

 

harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,

 

sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

 

b. warisan;

 

c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;

 

d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit);

 

e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

 

f.  dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

  1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

  2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

 

g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;

 

h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

 

i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

 

j. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

  1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

  2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

 

k. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

 

l. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

 

m. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

 

 

Pengenaan Pajak Penghasilan 

Berdasarkan peraturan Kementerian Keuangan, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:

 

a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain:

  1. biaya pembelian bahan;
  2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang;

  3. bunga, sewa, dan royalti;

  4. biaya perjalanan;

  5. biaya pengolahan limbah;

  6. premi asuransi;

  7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

  8. biaya administrasi; dan

  9. pajak kecuali Pajak Penghasilan;

 

b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

 

c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;

 

d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

 

e. kerugian selisih kurs mata uang asing;

 

f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

 

g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

 

h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:

  1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

  2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan

  3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;

 

i. yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

 

j. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 

k. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 

l. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

 

m. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan

 

n. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 

Sedangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar:

  1. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

  2. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;

  3. Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

  4. Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

 

Baca juga: Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 23

 

 

PAJAK Pertambahan Nilai (PPN)

Berdasarkan peraturan Kementerian Keuangan, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli barang dan atau jasa yang dilakukan di dalam negeri oleh masyarakat. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis dan pola konsumsi masyarakat. Kedua hal tersebut merupakan objek Pajak Pertambahan Nilai. Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diatur dalam UU PPN No. 42 tahun 2009. 

 

PPN sendiri termasuk ke dalam pajak tidak langsung dan sistem pemungutannya dilakukan secara bertahap mulai dari produksi hingga konsumsi. Pemungutan PPN dilakukan menggunakan faktur pajak. Selain itu pemungutan PPN didasarkan pada objek pajak tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak (WP). Yang termasuk subjek pengenaan PPN adalah orang pribadi atau badan yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN. 

 

Objek Pajak

Hal-hal yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam pasal 4 UU PPN yang berisi sebagai berikut:

 

(a) penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

 

Penyerahan barang yang dikenakan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

- barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak, 

- barang  tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, 

- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan 

- penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

 

(b) impor Barang Kena Pajak; 

Pajak juga dipungut pada saat impor Barang Kena Pajak. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada huruf a, maka siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperha kan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau  dak, tetap dikenakan pajak.

 

(c) penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha; 

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

 

Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 

  1. jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak, 

  2. penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dan 

  3. penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

 

Termasuk dalam pengertian penyerahan Jasa Kena Pajak adalah Jasa Kena Pajak yang dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dan atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma.

 

(d) pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 

 

Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean juga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

 

Contoh: Pengusaha “A” yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek yang dimiliki Pengusaha “B” yang berkedudukan di Hongkong. Atas pemanfaatan merek tersebut oleh pengusaha “A” di dalam Daerah Pabean terutang Pajak Pertambahan Nilai. 

 

(e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 

Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapapun di dalam Daerah Pabean dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Misalnya, Pengusaha Kena Pajak “C” di Surabaya memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Pengusaha “B” yang berkedudukan di Singapura. Atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai.

 

(f) ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 

Berbeda dengan Pengusaha yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan atau huruf c, maka Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak hanya Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).

 

(g) ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; 

Sebagaimana halnya dengan kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3A ayat (1).

 

Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah: 

1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya; 

2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah; 

3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial; 

4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:

  1. penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; 

  2. penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa; dan 

  3. penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;

5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan 

6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas. 

 

(h) ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah penyerahan Jasa Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean.

 

Tarif PPN

 

Besaran tarif pajak di dalam negeri dan ekspor berbeda. Tarif PPN terhadap konsumsi di dalam negeri dikenakan sebesar 10% sedangkan tarif PPN ekspor dikenakan sebesar 0%.

 

Baca juga: Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan Final PPh Pasal 4 ayat 2: Definisi, Tarif, dan Waktu Pelaporan Pajak

 

Itulah perbedaan antara Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Pemahaman mengenai PPN dan PPh penting untuk diketahui Wajib Pajak sebagai pihak yang berkewajiban membayar pajak. Ketentuan-ketentuan ini berlaku untuk setiap Wajib Pajak yang terdata. 

 

< All Blog

Butuh bantuan?

Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.

Lihat Solusi