Seperti yang Anda ketahui, seluruh penghasilan atau pemasukan yang didapatkan di negara Indonesia tentu akan dikenai beban pajak dengan besaran tertentu. Selain pembayaran atas PPh, Anda mungkin mengenal istilah PPh Potput (Potongan dan Pungutan) pajak. Kedua istilah ini memiliki arti yang hampir sama, tetapi implementasinya jelas berbeda. Lalu, apa itu PPh Potput dan bagaimana ketentuan perpajakannya? Simak pembahasan selengkapnya di bawah ini.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menerbitkan peraturan baru mengenai pembuatan bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-24/PJ/2021 sebagaimana menggantikan PER-23/PJ/2022.
PER-24/PJ/2021 yang mengatur mengenai Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi ini memiliki beberapa poin penting, antara lain sebagai berikut.
Baca Juga:
Penghitungan dan Status Pajak bagi Pasangan Suami-Istri Bekerja
Jasa Travel Haji dan Umroh Kini Kena PPN, Simak Ketentuannya dalam PMK Nomor 71 Tahun 2022
Pajak Penghasilan PPh Pasal 21: Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak
Panduan Lengkap Pajak Penghasilan PPh Pasal 22
Pemotong atau pemungut PPh Unifikasi diwajibkan untuk membuat, menyerahkan, dan melaporkan bukti pemotongan atau pemungutan sesuai peraturan, serta dapat membuat bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi tambahan dan melakukan pembetulan atau pembatalan. Bukti pemotongan atau pemungutan tersebut diserahkan kepada pihak yang dipotong atau dipungut dan dilaporkan kepada DJP.
Bukti pemotongan atau pemungutan unifikasi tersebut adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong atau pemungut PPh sebagai bukti atas pemotongan atau pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang sudah dipotong atau dipungut.
Jenis PPh yang termasuk ke dalam SPT Masa PPh Unifikasi, di antaranya adalah PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2 (PPh Final).
Baca Juga:
Tarif dan Mekanisme Pemungutan Pajak Digital di Indonesia
Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal Dengan Tax Planning
Tax Planning Untuk Bisnis, Upaya Minimalkan Pajak Secara Legal
Apa itu Restitusi Pajak: Pengertian, Dasar Hukum, Tata Cara, dan Jangka Waktu Pengembalian
Pengertian PPh Potput adalah sebuah mekanisme dari pembayaran pajak yang bisa dilakukan oleh perusahaan atau PT atas penghasilan yang nantinya akan diterima oleh pihak lain atau individu. Di dalam mekanisme ini, terdapat 2 kegiatan yang dilakukan, yaitu pemotongan dan pemungutan pajak.
Pemotongan pajak adalah kegiatan memotong pajak sesuai nominal terutang dari keseluruhan pembayaran gaji yang dilakukan. Secara sederhana, kegiatan ini akan mengurangi jumlah gaji atau pembayaran yang diterima oleh pihak pegawai. Pemotongan ini dilakukan oleh pihak-pihak yang melakukan pembayaran atau gaji terhadap penerima gaji atau pegawainya. Pihak pembayar ini memiliki tanggung jawab penuh atas pemotongan, penyetoran, hingga pelaporan pajak yang dilakukan pada pegawainya.
Sementara pemungutan pajak adalah kegiatan memungut sejumlah pajak yang terutang atas suatu transaksi. Secara umum, pemungutan atas pajak ini akan menambah jumlah pembayaran atas perolehan barang. Meskipun begitu, ada pula beberapa kasus di mana pemungutan dilakukan oleh pihak pembayar dengan mekanisme yang sama dengan pemotongan pajak.
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan pada bendahara atau badan-badan tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor. PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap ‘menguntungkan’. Oleh karena itu, jenis pajak ini dapat dikenakan, baik saat penjualan maupun pembelian. Tarif PPh Pasal 22 ini bervariasi tergantung dari objek pajaknya, yaitu berkisar antara 0,25%-1,5%.
.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mekanisme PPh Potput mencakup 2 kegiatan utama, yaitu pemotongan dan pemungutan pajak. Secara istilah, kedua kegiatan tersebut tentu memiliki berbeda. Namun, untuk lebih memahami PPh potput, berikut kami sajikan perbedaan antara pemotongan dan pemungutan yang dilihat dari beberapa sisi.
Apabila dilihat dari jenis pajaknya, istilah pemotongan dalam PPh Potput umumnya digunakan untuk PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2 (PPh Final). Sementara istilah pemungutan sendiri digunakan untuk PPh Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Dilihat dari sisi subjek pajaknya, pemotongan biasanya dilakukan oleh subjek yang tidak spesifik, misalnya pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan. Di lain sisi, pemungutan umumnya dilakukan oleh pihak yang sudah ditentukan berdasarkan peraturan. Misalnya dalam peraturan menteri keuangan, pemungut yang ditugaskan adalah bendaharawan pemerintah atau badan tertentu.
Berdasarkan objek pajaknya, pemotongan biasanya dikenakan atas penghasilan yang memang akan menjadi hak Wajib Pajak, seperti gaji, upah, dividen, bunga, dan lain sebagainya. Sementara pemungutan dikenakan atas penghasilan yang belum tentu akan menjadi penghasilan Wajib Pajak atau penerima uang, Hal ini dikarenakan objeknya dapat berupa penjualan atau pembelian (contohnya impor barang atau pengenaan pungutan atas pembelian BBM).
Apabila Anda bertindak sebagai pihak pemotong pajak, maka pengisian SSP (Surat Setoran Pajak) pada kolom NPWP harus diisi dengan NPWP miliki pemotong. Sementara jika Anda adalah pihak pemungut pajak, kolom NPWP pada SSP harus diisi dengan NPWP pihak yang dipungut pajaknya.
Secara umum, pajak yang termasuk ke dalam mekanisme PPh Potput adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 15, dan PPh Pasal 4 ayat 2. Secara khusus, jenis PPh yang masuk dalam kriteria pemotongan adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri
PPh Pasal 23: pajak atas penghasilan atau pendapatan sehubungan dengan penggunaan harta, modal, atau jasa.
PPh Pasal 26: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang diterima oleh Wajib Pajak luar negeri.
PPh Pasal 15: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang diterima oleh perusahaan pelayaran atau penerbangan serta bersifat final.
PPh Pasal 4 ayat 2: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang bersifat final, seperti deposito, jasa konstruksi, dan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Sementara itu, jenis pajak yang termasuk kriteria pemungutan adalah sebagai berikut.
PPh Pasal 22: pajak atas penghasilan atau pendapatan yang dibebankan kepada badan usaha atas transaksi ekspor, impor, serta pembelian barang menggunakan dana APBN/APBD dan non-APBN/APBD
Pajak Pertambahan Nilai (PPN): pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang atau jasa yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan yang telah dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan penjelasan di atas, Anda dapat mengetahui bahwa PPh Potput adalah sebuah mekanisme dari pembayaran pajak yang bisa dilakukan oleh perusahaan atau PT atas penghasilan yang akan diterima oleh pihak lain atau individu. Yang perlu diingat, potongan atau pungutan dalam PPh Potput bukanlah beban tambahan bagi setiap Wajib Pajak. Potongan dan pungutan ini semata-mata hanyalah cara pandang mengenai bagaimana pajak Anda dilihat, apakah menjadi pengurang atau penambah nilai yang dibayarkan.
Dalam implementasi PPh Potput, Anda tentunya membutuhkan pengetahuan perpajakan yang baik. Namun, apabila Anda tidak memiliki pengetahuan atau kemampuan yang mumpuni untuk menunjang proses ini, Anda bisa menggunakan jasa penghitungan dan pelaporan pajak dari Konsultanku. Dengan menggunakan layanan Konsultanku, Anda dapat menghitung pajak dan melaporkan SPT secara praktis!
Berbagai Jasa Profesional Pajak, Akuntansi, Audit, dan Keuangan dari Ahli yang Berpengalaman di Konsultanku.
Lihat Solusi